PPI minta Pemprov Sulteng tinjau kembali kerjasama perikanan Kaltim

id PPI Donggala, pelabuhan ikan, nelayan, Rasyid, Pemprov Sulteng, perikanan, sulteng

PPI minta Pemprov Sulteng tinjau kembali  kerjasama perikanan Kaltim

Ilustrasi- Pekerja mengumpulkan ikan di tempat penimbangan dan penjualan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Minggu (15/5/2022). ANTARA/Mohamad Hamzah.

Palu (ANTARA) -
Otoritas Pelabuhan Perikanan Wilayah 1 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah meninjau kembali klausul kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
 
"Perlu ada penjelasan isi kerja samanya seperti apa dalam pemenuhan kebutuhan stok ikan untuk Kaltim dan  ibu kota negara baru nanti," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPI Donggala Abdul Rasyid di Palu Jumat. 
 
Ia menyatakan perlunya peninjauan kembali adalah respon dari aktivitas para nelayan yang langsung melakukan pembongkaran, serta penjualan hasil tangkapan ikan ke pelabuhan di Kaltim.
 
Padahal, menurut dia, aktivitas semacam itu merupakan tindakan ilegal, sebab Surat Layak Operasi (SLO) serta Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diperoleh nelayan dari pangkalan hanya berlaku dalam satu trip. 
 
Sehingga, kata dia, setelah melakukan pembongkaran serta penjualan di Kaltim, maka trip yang dilakukan nelayan tergolong ilegal karena para nelayan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) tanpa menggunakan rekomendasi dari pangkalan asal di Sulteng. 
 
"BBM subsidi yang diperoleh dari daerah tujuan itu ilegal karena dalam Surat Izin Usaha Perikanan (SIPI) pangkalan asal berhak mengeluarkan rekomendasi BBM bukan daerah tujuan," ujar Rasyid.
 
Ia menilai, jika klausul tidak dilakukan perbaikan maka proses itu bukan perdagangan antarpemerintah yang terjadi, melainkan bisnis dengan prinsip 'be to be', dan dampaknya inflasi sudah pasti akan terjadi serta mempengaruhi stok kebutuhan ikan di Sulteng.
 
Ilustrasi- Sejumlah buruh nelayan membongkar ikan hasil tangkapan nelayan dari perahu di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, Sulawesi Tengah, Rabu (20/10/2021). ANTARA/Basri Marzuki
Konsep perdagangan yang seharusnya terjadi, kata dia, nelayan diwajibkan mendaratkan hasil tangkapan ke pelabuhan pangkalan masing-masing lebih dulu, untuk mendapatkan biaya retribusi. 
 
Setelah itu, terjadi proses perdagangan antarkedua belah pihak yakni Sulteng dan Kaltim melalui jalur pelabuhan yang sudah disepakati dan mendapat izin yang legal, sehingga bukan orang per orang.
 
"Memang harga ikan di sana mahal, makanya nelayan dari Sulteng tertarik jual hasil tangkapan ke Kaltim, tapi itu tidak boleh karena ilegal," tambahnya. 
 
Pihaknya mendorong Pemprov Sulteng untuk memperjelas isi klausul kerja sama dalam perdagangan hasil laut tersebut, sehingga dapat memberikan dampak positif secara merata bagi nelayan.
 
"Saya kira usul kami untuk memperbaiki jalur distribusi yang dampaknya untuk kepentingan daerah," demikian Rasyid.