Dinamika masyarakat dan perlukah impor beras ?

id bulog ,beras

Dinamika masyarakat dan perlukah impor beras ?

Arsip: Stok beras yang berada di gudang Bulog (FOTO ANTARA)

Surabaya,  (Antaranews Sulteng) - Mengamati beberapa status di akun media sosial milik sejumlah masyarakat yang membicarakan beras, memang cukup beragam responsnya, bahkan beberapa sindiran terhadap pemerintah yang berencana impor juga bermunculan. 

Salah satu sindirian yang muncul adalah gambar padi yang dibuat untuk lapisan jalan di sebuah desa, yang menunjukkan saking banyaknya hasil panen di desa itu sehingga sampai padi pun dibuat lapisan jalan, padahal padi itu sengaja ditaruh di jalan untuk dijemur, seperti kebiasaan petani desa.

Gambar itu menyampaikan pesan seolah-olah banyak padi di Indonesia hingga bisa dibuat lapisan jalan, tapi mengapa masih ada upaya impor beras dari pemerintah?," pesan gambar tersebut.

Tentunya, gambar itu tidak bisa dijadikan patokan dalam mengambil keputusan perlu tidaknya impor beras, karena beberapa status dan gambar bisa jadi merupakan hoax yang sengaja disebar sebagian masyarakat.

Namun, hal itu bisa dijadikan sebagai dinamika respons masyarakat dalam menanggapi masalah yang sangat sensitif terkait pangan, yakni beras.

Dinamika dan komentar di berbagai media sosial itu merupakan hal wajar, karena efek dari kemajuan teknologi di negeri ini, sehingga masyarakat memanfaatkannya untuk mengunggah berbagai macam apresiasi dan keluhan terkait masalah-masalah sosial.

Kenaikan harga beras tidak hanya menjadi obrolan menarik di dunia daring, di dunia nyata, seperti di pasar klontong, warung kopi juga menjadi topik obrolan yang sedang hangat atau istilahnya sedang menjadi "trending topik" masyarakat.

Untuk di Jawa Timur, masalah kenaikan beras sebenarnya sudah diantisipasi sejak awal, tepatnya sebelum Natal 2017, dan pemegang kebijakan di wilayah itu seperti pemerintah daerah dan Bulog telah menyiapkan beberapa skema antisipasi bila terjadi lonjakan.

Meski demikian, kabar kenaikan harga beras tetap saja terjadi di beberapa pasar wilayah itu, meski antisipasi telah dilakukan dan stok di wilayah setempat dianggap aman dan mampu memenuhi beberapa bulan ke depan.

Seperti di Kabupaten Tulungagung yang naik di kisaran Rp100 hingga Rp300 per kilogram selama dua pekan terakhir, baik di tingkat pengepul dan pedagang besar.

Suparmi, pedagang beras di Pasar Besar Ngemplak, Tulungagung, mengakui kenaikan harga terjadi secara bertahap dan tidak sekaligus, dengan selisih harga beberapa jenis beras yang dijual di pasaran mencapai antara Rp1.500-Rp2.500 per kilogram, dalam kurun dua pekan terakhir.

Ia mencontohkan beras jenis IR64 yang sebelumnya dijual di kisaran harga Rp8.500 per kilogram kini tembus hingga Rp10.800. Sedangkan beras jenis membramo lokal dari Rp9.000 per kilogram naik menjadi Rp11.500 dengan volume yang sama.

"Beras membramo super sebelumnya dijual Rp10.100 per kilogram, kini menjadi Rp12.400. Demikian juga dengan beras jenis bengawan yang semula hanya kisaran Rp9.000 per kilogram menjadi Rp11 ribu, dan jenis mentik dari Rp12 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp12.400," katanya.

Kenaikan serupa juga terjadi di pasar tradisional Bojonegoro, yang rata-rata naik sekitar Rp200/kilogram, baik kualitas medium maupun premium, kata seorang pedagang beras di Pasar Banjarjo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Kharis.

Data di pasar Bojonegoro menujukkan harga pembelian beras baru panen Rp10.500/kiloram, yang sebelumnya Rp10.300/kilogram, begitu pula beras kualitas super poles merek Terate juga naik dengan harga Rp12.400/kilogram yang sebelumnya Rp11.800/kilogram, paket "Rojo Lele" naik menjadi Rp11.100/kilogram, yang sebelumnya Rp10.050/kilogram.

Menurut Kharis, kenaikan beras di wilayah setempat terjadi karena pedagang lokal harus berebut beras dengan pedagang pedagang luar daerah, terutama dari Jawa tengah, yang melakukan pembelian beras di Jawa Timur.

Hal itu terjadi karena minimnya panen di luar Jawa Timur, akibatnya terjadi gesekan dan tarik menarik harga yang membuat harga beras merangkak naik di wilayah Bojonegoro.

Apa yang dikatakan pedagang asal Bojonegoro itu, diiyakan Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor (KPPU) Perwakilan Daerah Surabaya Dendy Rakhmad Sutrisno, setelah pihaknya melakukan inspeksi ke beberapa pasar.

Dendy mengakui, kenaikan harga beras yang terpantau di sejumlah pasar disebabkan oleh masa panen petani padi yang menurun, karena petani saat ini sedang mengalami masa tanam.

"Saat ini para petani padi kebanyakan masih dalam masa tanam sehingga pasokan di pasar berkurang yang pada akhirnya memicu kenaikan harga beras," katanya.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku kenaikan harga beras di Jatim juga terjadi akibat serapan atau permintaan yang tinggi dari luar daerahnya.

"Kenaikan terjadi sesuai dengan hukum ekonomi yaitu penawaran dan permintaan, karena harga beras di Jatim lebih murah maka beras ditarik oleh daerah di luar Jatim yang minus," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.

Berdasarkan data Badan Urusan Logistik (Bulog) Jatim pada akhir tahun 2017, Jatim surplus 200 ribu ton, kemudian produksi Januari 2018 sebanyak 295 ribu ton dengan konsumsi 297 ribu ton atau minus 2.000 ton dan terdapat stok 198 ribu ton.

Pada bulan Februari 2018, Jatim diprediksi panen sebanyak 990 ribu ton dan bulan Maret akan panen 1,7 juta ton.

Dengan data panen itu, Kepala Divre Bulog Jatim Muhamad Hasyim menjamin stok beras di wilayah setempat aman hingga lima bulan ke depan, karena beberapa wilayah juga mengalami surplus atau kelebihan stok.

Seperti di Kabupaten Gresik yang diklaim mengalami kelebihan produksi atau surplus beras sebesar 150.000 ton, dari total produksi beras mencapai 6,7 juta ton pada tahun 2017 lalu.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gresik Agus Waluyo mengatakan sampai akhir Desember 2017, wilayahnya surplus 150 ribu ton beras dan kalau dimakan 1,3 juta penduduk Gresik masih mempunyai cadangan hingga 10 bulan.

Lantas, masih perlukah pemerintah melakukan impor beras setelah melihat kenyataan berbagai daerah di atas?

 Perlukah Impor

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gresik Agus Waluyo yang ditemui usai menghadiri panen raya padi di Desa Sukorejo, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, mengaskan wilayahnya tidak membutuhkan beras impor.

Karena, melihat kenyataan daerahnya yang surplus dan mencukupi kebutuhan hingga 10 bulan ke depan.

"Melimpahnya komoditi beras di Kabupaten Gresik membuat kami tidak butuh adanya impor beras, yang rencananya akan dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, melalui Perum Bulog," katanya.

Ia menyebutkan, produksi beras petani di wilayah Kabupaten Gresik dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, dari tahun 2016 sebanyak 6,3 juta ton, tahun 2017 6,7 ton, dan diprediksi musim panen raya padi dua bulan ke depan akan menambah jumlah stok beras di Gresik.

"Gresik tidak takut kekurangan pangan, kalau Gresik surplus, Jawa Timur surplus saya kira tidak butuh impor," ujarnya.

Panen padi, kata dia, akan mengalami puncaknya pada bulan Februari dan Maret 2018, dimana seluruh wilayah di Kabupaten Gresik mulai melakukan panen raya dan akan menambah pasokan beras, untuk memenuhi kebutuhan Gresik dan sebagian wilayah Jatim.

Melihat kenyataan itu, anggota Komisi VI DPR Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras 500 ribu ton, karena suplai beras secara nasional juga masih cukup.

Bambang dalam keterangan persnya yang diterima di Surabaya yakin stok beras masih cukup sebab data Kementerian Pertanian (Kementan) yang menunjukkan Oktober hingga November 2017 terjadi over produksi bahkan sempat melakukan ekspor ke Malaysia.

"Pada 2017, pemerintah sudah meyakinkan bahwa sudah tercapai kedaulatan pangan untuk empat komoditas yakni beras, cabe, bawang merah, dan jagung. Ini yang harusnya dipedomani dan harus sinkron antara Kemendag (Kementerian Perdagangan) dan Kementan," katanya.

Politisi asal Jatim tersebut menilai impor bukan solusi untuk mengatasi lonjakan harga beras yang saat ini terjadi, karena justru bakal merusak harga.

"Dengan tidak impor keberlangsungan hidup petani akan terus terjaga dan negara mewujudkan kedaulatan pangan akan lebih mudah," katanya.

Sementara itu, apabila tetap terjadi impor, Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf memastikan beras itu tidak akan masuk ke Jatim, sebab stok mencukupi bahkan surplus.

"Kalau memang impor, kami pastikan tidak masuk Jatim (beras impor), karena surplus. Alhamdulillah beras pada dasarnya stok cukup bahkan surplus," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.

Ia mengatakan, jaminan itu dilakukan dengan menurunkan tim untuk memantau komoditas tersebut.

 "Sekarang bergerak tim dari polda, KPPU, pemerintah daerah, dinas pertanian, semua sinergi sama-sama memantau hal itu. Kalau memang normal difasilitasi, jika darurat akan intervensi," ucapnya.

Ia berharap, harga beras bisa kembali stabil, dengan salah upaya mengadakan operasi pasar dengan melibatkan Bulog di sejumlah titik.