Rommy: poros ketiga sulit menang

id ppp

Rommy: poros ketiga sulit menang

Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy (Foto Antara/dok)

Maukah di antara Cak Imin dan Zulhas untuk mengalah satu sama lain tidak menjadi cawapres? Jika jawabannya tidak maka wacana poros ketiga hanyalah kembang-kembang politik sesaat, bukan sebuah alternatif, bahkan juga bukan pelarian
Jakarta,  (Antaranews Sulteng) - Ketua Umum PPP M Romahurmuziy menilai poros ketiga sekalipun berhasil diwujudkan oleh Partai  Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional akan sulit untuk meraih kemenangan pada Pemilihan Presiden 2019.

"Berdasarkan berbagai survei mutakhir sulit membayangkan kombinasi AHY, Zulhas atau Cak Imin akan meraih kemenangan melawan Jokowi atau Prabowo," kata Rommy, sapaan akrab Romahurmuziy, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Menurut Rommy, poros ketiga hanya mungkin dibentuk oleh tiga parpol itu karena dari 10 parpol pemilik kursi DPR RI, lima di antaranya sudah menyatakan akan mengusung Jokowi lagi, yakni PDIP, PPP, Golkar, Nasdem dan Hanura.

Sedangkan dua parpol lainnya, yakni Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, hampir pasti bakal mengusung Prabowo Subianto.

Berdasar perolehan kursi, menurut Rommy, adalah wajar jika PD mengunggulkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi capres. Adapun PAN yang dipimpin Zulkifli Hasan (Zulhas)  dan PKB yang dipimpin Muhaimin Iskandar (Cak Imin), salah satu harus mengalah menjadi calon wapres.     

"Problemnya, apa iya Zulhas dan Cak Imin yang sudah 20 tahun malang melintang di panggung politik nasional mau menanggalkan segudang pengalamannya kepada AHY yang sama sekali belum memiliki pengalaman manajerial sektor publik pada skala nasional?" Kata Rommy.

Selain itu, lanjut dia, karena posisi cawapres hanya untuk satu orang maka  siapa yang menjadi cawapres, Zulhas atau Cak Imin.

"Maukah di antara Cak Imin dan Zulhas untuk mengalah satu sama lain tidak menjadi cawapres? Jika jawabannya tidak maka wacana poros ketiga hanyalah kembang-kembang politik sesaat, bukan sebuah alternatif, bahkan juga bukan pelarian," katanya.

Rommy mengatakan dalam literatur politik AS dikenal istilah "coat tail effect". Definisi paling sederhana adalah calon presiden yang populer akan memberikan efek positif kepada partai pengusungnya.

Pengalaman Indonesia pada Pemilu 2004 dan 2009, efek itu tidak otomatis kepada semua partai pengusung. SBY effect hanya terjadi kepada PD tahun 2004 dan 2009. Sedangkan semua partai pengusung SBY, baik PKB, PAN, maupun PPP justru mengalami "reverse coat tail effect" pada 2009.

"Senarai survei opini publik akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Jokowi effect dan Prabowo effect hanya terjadi pada PDIP dan Gerindra saja. Itulah mengapa pimpinan partai-partai politik berlomba-lomba menjadi RI2-nya," kata Rommy.