Anggaran adaptasi perubahan iklim Donggala Rp64 miliar

id donggala,adaptasi,iklim

Anggaran adaptasi perubahan iklim Donggala Rp64 miliar

Pengunjung berada di salah satu wahana di obyek wisata mangrove Gonenggati di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. (ANTARASULTENG.COM/Basri Marzuki/17

Palu (Antaranews Sulteng) - Peneliti Tata Kelola Perubahan Iklim Kemitraan, Riana Ekawati, mengatakan program adaptasi perubahan iklim di Kabupaten Donggala hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp64,8 miliar atau sekira 5 persen dari total APBD sebesar Rp1,2 triliun.

Anggaran itu tersebar di  Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan, Badan Lingkungan Hidup, Bappeda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kantor Ketahanan Pangan.

Riana dalam siaran persnya, Sabtu, mengatakan hal itu berdasarkan Kajian Tata Kelola Perubahan Iklim yang dilakukan Tim Peneliti Kemitraan Tahun 2017 lalu di empat kabupaten/kota. Empat daerah tersebut yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah.

Kajian dilakukan melalui pengolahan data objektif yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan, serta pengolahan data persepsi melalui wawancara tatap muka dan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) terhadap 35 responden utama pada 2017.

"Padahal Kabupaten Donggala merupakan salah satu wilayah yang terdampak cukup besar terhadap perubahan iklim, salah satunya adalah krisis persediaan air bersih selama beberapa tahun terakhir, menyusul menurunnya debit air sejumlah sumber air yang dikelola perusahaan air minum akibat dari dampak perubahan iklim yang radikal," jelas Riana.
 
Kendati dampak perubahan iklim mulai dirasakan masyarakat Donggala dan sekitarnya, namun program adaptasi dari pemerintah daerah masih minim.
Selanjutnya, menurut Riana, Donggala juga berpotensi terdampak kenaikan muka air laut.

"Sebagai wilayah dengan panjang pantai terluas di Sulawesi Tengah, Donggala juga rentan terkena banjir rob dan abrasi,” ungkapnya.

Dampaknya tidak hanya sampai di situ, pihaknya menemukan perubahan cuaca telah membuat pendapatan masyarakat di sektor pertanian dan perikanan menurun.

"Musim tanam berubah, demikian juga dengan musim melaut. Banyak petani rumput laut di beberapa desa merugi karena tidak dapat memprediksi musim,” jelas Riana.

Di sisi lain, ujar dia, tingginya dampak yang dirasakan tidak berbanding lurus dengan komitmen pemerintah.

Kemitraan berharap, pemerintah daerah semakin serius merumuskan program adaptasi perubahan iklim, terutama pendekatan programatik yang berkesinambungan kepada korban, agar mereka tidak merasa berjuang sendirian menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi.