Jaringan irigasi di Sigi hancur diterjang gempa

id irigasi gumbasa,hancur,sigi

Jaringan irigasi di Sigi hancur diterjang gempa

Sebelum bencana, warga memancing di saluran irigasi primer Gumbasa, namun kini bendungan ini telah hancur karena gempa bumi pada 28 September 2018.

Sigi (Antaranews Sulteng) - Jaringan irigasi di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, kini hancur lebur diterjang gempa berkekuatan 7,4 pada skala Richter yang terjadi pada 28 September 2018.

Pantuan Antara Palu, Jumat, beberapa pintu air irigasi Gumbasa di sejumlah desa rusak berat sehingga membutuhkan perhatian pemerintah untuk membangun kembali agar kebutuhan air untuk petani bisa terpenuhi kembali.

Seperti di Desa Jono Oge dan Sidera, tanggul dan jaringan irigasi dari sumber air bendungan Gumbasa??banyak yang rusak dan dipastikan tidak berfungsi lagi padahal petani selama ini sangat bergantung pada jaringan irigasi ini.

"Kami tidak lagi bisa mengolah sawah dan menanam komoditi-komoditi pertanian lainnya, sebab irigasi sudah rusak," kata Sabhan, seorang petani di Desa Sidera, Kecamatan Biromaru.

Hal senada juga disampaikan Suyono, petani di Desa Jono Oge yang mengatakan butuh waktu lama untuk memperbaikian irigasi yang rusak akibat gempa.

Padahal kebanyakan petani di desa itu sangat bergantung pada air irigasi untuk menanam padi, jagung, kedelai, ubi dan tanaman hortikultura lainnya seperti bawang merah, cabai, terong, buncis, kacang panjang dan sayur-mayur.

Kawasan Biromaru selama ini dikenal sebagai sentra pengembangan palawija dan komoditi hortikultura di Provinsi Sulteng. Produksi petani selain dipasarkan di Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng juga sebagian dijual ke daerah lain seperti Gorontalo, Manado, Kalimatan dan Pulau Jawa.

Namun gempa bumi telah memorak-porandakan jaringan irigasi dan tanaman pertanian yang sudah siap panen.

"Semuanya habis ditelan gempa," kata dia.

Desa Sidera dan Jono Oge merupakan wilayah yang cukup parah diterjang gempa. Selain gempa, dua desa itu juga dihandam likuifaksi (pencairan tanah), dimana lumpur keluar dari dalam bumi menyapu bersih rumah-rumah penduduk dan lahan pertanian.

Kini dua desa itu bagaikan kota mati. Di malam hari tidak ada penerangan listrik, sebab hampir 100 persen tiang dan jaringan listrik roboh.