Korban Kerja Paksa Minta Kompensasi Upah

id asman, kerja paksa

Korban Kerja Paksa Minta Kompensasi Upah

Asman Yodjodolo (FOTO ANTARA/Riski Maruto)

Saya tidak pernah sarapan, sementara fasilitas kesehatan begitu minim," katanya.
Palu (antarasulteng.com) - Asman Yodjodolo, salah satu korban kerja paksa di Kota Palu periode 1966-1979, meminta kepada pemerintah untuk membayar kompensasi upah selama ia dipekerjakan.
"Selama 13 tahun saya kerja membangun jalan dan fasilitas umum lainnya tanpa upah, justru penyiksaan yang dialami," kata Asman saat memberikan keterangan pada acara Dengar Kesaksian Korban Kekerasan HAM di Palu, Kamis.
Dia menceritakan, dirinya ditangkap aparat karena dianggap mengikuti organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) yang berafiliasi pada partai politik terlarang pada 1965.
"Saya sedang mengajar di kelas, tiba-tiba belasan aparat menangkap tanpa menyebutkan kesalahan apa yang telah saya lakukan," kata Asman yang saat itu menjadi guru SD di Tompe, Kabupaten Donggala.
Usai menjalani masa penahanan selama dua tahun sejak 1966, pria berusia 69 tahun ini bersama ratusan tahanan politik lainnya dipekerjakan secara paksa untuk membangun infrastruktur berupa jalan Palu-Parigi, jalan menuju Bandara Mutiara Palu, tanggul Sungai Gumbasa di Kabupaten Sigi, Membangun Kantor Korem 132/Tadulako, dan sejumlah bangunan fisik lainnya.
Pria berputra satu ini mengaku hanya mendapatkan jatah makan dua kali sehari.
"Saya tidak pernah sarapan, sementara fasilitas kesehatan begitu minim," kata Asman.
Bahkan, dua rekannya meninggal dunia saat membangun Jalan Palu-Parigi dan saat membangun Kantor Koramil Marawola di Kabupaten Sigi.
Kedua temannya itu menderita sakit karena kelelahan dan sakit. Mereka hanya dikubur di pinggir jalan.
Bahkan, selama menjalani kerja paksa tak jarang para tahanan politik mengalami siksaan fisik dari penjaga.
"Kalau terlambat bangun saja pasti dipukuli, dan kita harus kerja keras tanpa bayaran di tengah terik matahari atau dinginnya malam," katanya.
Setelah bebas pada 1979 tanpa melalui proses peradilan, Asman masih dikenakan wajib lapor dan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang di sudut kanannya bertuliskan ET (Eks Tapol).
Saat ini wajib lapor dan KTP tersebut sudah tidak ada lagi, namun Asman berharap pemerintah bisa membayar ratusan pekerja paksa.
"Bayar saja dengan upah paling minimum agar kami merasa dihargai meski hingga saat ini saya tidak mengetahui kesalahan masa lalu hingga menyebabkan dipenjara," kata Asman. ***1***
(R026)