BKSDA ingin populasi burung Maleo berkembang

id BKSDA sulteng, burung maleo, konservasi

BKSDA ingin populasi burung Maleo berkembang

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, Sahmuni Hasmar. ANTARA/Moh Ridwan

Sulteng habitat maleo yang sangat potensial. Kita ingin satwa endemik yang menjadi maskot daerah ini tidak terdegradasi oleh zaman maka perlu empati kita mendukung langkah konservasi
Palu (ANTARA) - Badan Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah menginginkan populasi burung Maleo berkembang dengan baik di provinsi itu sehingga terlepas dari status terancam punah.

Kepala Badai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng Sahmuni Hasmar di Palu, Selasa, mengatakan burung Maleo salah satu endemik Sulawesi yang dilindungi oleh pemerintah lantaran hampir punah. 

"Saya ingin konsep pelestarian diubah, dalam artian yang langka jumlahnya harus ditambah. Selama ini pola pelestarian hanya stagnan, kita ingin populasi satwa ini berkembang," ujar Hasmar.

Maleo atau nama lain Macrocephalon Maleo berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 55 centimeter.

Habitat burung ini berada di kawasan hutan tropis Sulawesi. Burung ini biasanya menyukai wilayah sekitar pantai dengan hamparan pasir terbuka.

Saat bertelur,  pengeraman telur mengandalkan suhu panas bumi untuk menetaskan telur-telurnya.

Uniknya, anak burung maleo setelah melalui proses penetasan bisa langsung terbang, di fase itu burung ini sudah hidup mandiri.

Baca juga: Maleo di penangkaran ex situ PT DSLNG Banggai bertelur
Baca juga: 17 ekor burung maleo dilepasliarkan di Suaka Margasatwa Bakiriang


Menurut Hasmar, upaya konservasi satwa dilindungi perlu menggunakan metode insitu atau pelestarian mahkluk hidup yang dilakukan di habitat aslinya agar proses perkembangbiakan cepat dan baik.

Guna mewujudkan itu, katanya, perlu dukungan semua pihak baik pemerintah daerah, penegak hukum, pemangku kepentingan hingga masyarakat di sekitar kawasan hutan yang menjadi habitat maleo ikut terlibat melakukan pengawasan perburuan liar telur satwa endemik tersebut.

"Sulteng habitat maleo yang sangat potensial. Kita ingin satwa endemik yang menjadi maskot daerah ini tidak terdegradasi oleh zaman maka perlu empati kita mendukung langkah konservasi," katanya.

Dia menilai,l konservasi alam bukan hanya sekedar upaya melindungi flora dan fauna dari kepunahan maupun kerusakan lingkungan. Hal itu dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat.

Terlepas upaya pengembangan populasi maleo, paparnya, Sulteng memilki sekitar 18 jenis kawasan konservasi yang menjadi kewenangan BKSDA.

"Delapan di antaranya tipe kawasan cagar alam, enam kawasan suaka margasatwa dan tiga taman wisata alam serta satu taman burung," tuturnya.