Wapres Ma'ruf Amin serukan umat kembangkan cara berpikir toleran

id Wapres,Ma'ruf Amin,Nahdlatul Ulama,IPNU,toleransi beragama,radikal terorisme

Wapres Ma'ruf Amin serukan umat kembangkan cara berpikir toleran

Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali (dua kanan), Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua MPR, Arsul Sani, dan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi saat menghadiri Peringatan Hari Lahir ke-66 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, di GOR Soemantri Brodjonegoro Jakarta, Minggu (23/2/2020). ANTARA/Sekretariat Wakil Presiden

Kita harus mengembangkan cara berpikir yang toleran, jangan sampai berkembang narasi-narasi yang intoleran, narasi kebencian, narasi konflik dalam menyampaikan ajaran agama

Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, menyerukan semua pihak, khususnya umat Islam, untuk mengembangkan cara berpikir toleran dengan mengedepankan penafsiran ajaran agama Islam yang membawa kerukunan.

"Kita harus mengembangkan cara berpikir yang toleran, jangan sampai berkembang narasi-narasi yang intoleran, narasi kebencian, narasi konflik dalam menyampaikan ajaran agama," kata dia, di saat menghadiri peringatan HUT ke-66 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di GOR Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, Minggu malam.

Ia mengatakan cara berpikir intoleran akan melahirkan kelompok takfiri, yang menganggap golongannya sendiri adalah paling benar dan menganggap golongan lain salah.

"Cara berpikir tidak toleran itu disebutnya sebagai ananiyah, fanatisme kelompok, artinya kelompok ini mengatakan yang benar hanya golongannya saja, yang lain tidak benar yang lain sesat, maka yang lain kafir; dan melahirkan kelompok takfiri," katanya.

Oleh karena itu, dia berpesan kepada seluruh umat Islam untuk menghindari cara berpikir intoleran supaya tercipta kerukunan dan kedamaian di Indonesia. Cara berpikir intoleran harus terus dikawal dan diminimalkan supaya tidak menciptakan pemahaman radikal di kalangan umat Islam, tambahnya.

"Cara berpikir seperti ini yang harus kita kawal, kita jaga, agar Indonesia tetap dalam keadaan yang rukun, yang damai, yang sejuk. Dan ini (fanatisme, red.) bermula dari cara memberikan penafsiran-penafsiran keagamaan yang tidak toleran," kata dia.

Cara berpikir toleran hanya dapat terwujud jika masyarakat menerapkan ajaran Islam moderat, sesuai yang diyakini NU. Dengan memiliki cara berpikir toleran, kata dia, maka penyebarluasan paham radikal dapat diminimalkan dan aksi terorisme tidak lagi terjadi di Indonesia.

"Kita tidak boleh membiarkan berkembangnya cara berpikir dan cara bersikap yang intoleran, yang kemudian melahirkan sikap radikalisme dan bisa menimbulkan lahirnya terorisme," ujarnya.