Tanggapi pelantikan pejabat Morut, Gubernur: setahu saya harus ada izin Mendagri

id Bupati Morut,Pilkada Morut,Mutasi pejabat Morut,Gubernur Sulteng,Morut

Tanggapi pelantikan pejabat Morut, Gubernur: setahu saya harus ada izin Mendagri

Gubernur Sulteng Longki Djanggola bersama istri Zalzulmida (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Ada SE Mendagri tentang larangan bagi daerah yang melaksanakan pilkada 2020 untuk melakukan mutasi atau rotasi pejabat. SE itu seharusnya diperhatikan, kata gubernur.
Palu (ANTARA) - Pelantikan 195 pejabat eselon III dan IV di lingkup Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, oleh Bupati Moh. Arsar Abdul Samad di Kolonodale, Senin (18/1) petang, ditanggapi Gubernur Sulawesi Tengah Drs H Longki Djanggola, MSi.

"Saya akan cek yah. Setahu saya, bupati atau pemda harus mendapatkan izin dari Mendagri untuk melakukan mutasi atau rotasi," kata Gubernur Longki melalui pesan whatsapp kepada Antara di Palu, Senin malam.

Menurut gubernur, sudah ada Surat Edaran Mendagri tentang larangan di daerah yang melaksanakan pilkada serentak 9 Desember 2020 untuk melakukan mutasi atau rotasi pejabat. SE itu seharusnya diperhatikan, kata gubernur.

Beberapa bulan sebelum Pilkada 9 Desember 2020, Gubernur juga menegur Bupati Morut Moh. Asrar yang baru dilantik untuk menggantikan Bupati Morut Aptripel Tumimomor yang meninggal dunia April 2020, karena melakukan penggantian pejabat di luar ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Gubernur minta Plh Bupati Morut Moh. Asrar cabut lima SK pemberhentian pejabat

Bahkan gubernur saat itu memerintahkan Moh. Asrar agar mencabut SK-SK mutasi yang dibuatnya karena tidak sesuai ketentuan, dan hal itu dilakukan oleh Bupati Asrar.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Morut Andi Zainuddin melalui suratnya No.009/PW.00.06/K.ST.07/I/2021 tanggal 18 Januari 2021 telah meminta Bupati Morut untuk tidak melakukan pergantian pejabat sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Suasana pelantikan 195 pejabat eselon III dan IV Lingkup Pemda Morut yang dipimpin Bupati Moh. Asrar Abdul Samad di Kolonodale, Senin (18/1) petang. (ANTARA/HO-Istimewa-Berita Morut)

Ketentuan yang melarang mutasi/rotasi pejabat bagi daerah yang melaksanakan pilkada itu antara lain Pasal 71 Ayat (2) jo Pasal 190 UU No.10 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Gubernur atau Wagub, Bupati atau Wabub dan Wali Kota atau Wawali, dilarang melakukan penggantian pejabat 6(enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Sementara itu Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Morut Waris Kandori, SH menegaskan bahwa SK mutasi-rotasi jabatan itu seharusnya batal demi hukum karena melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan dan mekanisme Baperjakat Pemda Morut.

Baca juga: Gubernur laporkan hasil investigasi pertengkaran bupati/wabup

Ketentuan yang dilanggar selain UU No.10 Tahun 2016, juga Surat Edaran Mendagri No.273/487/SJ tanggal 21 Januari 2020 yang berisi syarat bahwa penggantian pejabat struktural hanya untuk mengisi kekosongan jabatan.

Bupati/Walkot mengajukan permohonan kepada Mendagri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat melalui layanan Aplikasih Sistim Informasi Online (SIOLA) & E-Mutasi.

Ada juga Surat Edaran Mendagri tanggal 23 Desesember 2020 yang pada poin 3 berbunyi bahwa dalam rangka tertib Administrasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Gubenur/Bupati/Walkot yang menyelenggarakan Pilkada serentak 2020, dilarang melaksanakan penggantian pejabat sampai dengan dilantiknya gubernur/bupati/walkot terpilih hasil pilkada.

Baca juga: Gubernur minta Bupati-Wabub Morowali Utara perbaiki hubungan

Menurut Waris Kandori, mutasi jabatan yang dilakukan Bupati Moh. Asrar juga tidak melibatkan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Kabupaten Morut karena beredar informasi bahwa Sekda Morut tidak membubuhkan parafnya pada SK Bupati mengenai mutasi/rotasi jabatan yang dibacakan saat pelantikan tersebut.

Yang dipertanyakan pula, kata Sekretaris DPC Partai Golkar Morut dan mantan Anggota DPRD Morowali itu, beberapa pejabat eselon III diturunkan jabatannya bahkan dinon-job tanpa alasan yang jelas, sebaliknya ada pejabat yang pangkatnya belum memenuhi syarat, ditempatkan pada jabatan tertentu sehingga yang bersangkutan harus membawahi beberapa pejabat yang pangkatnya lebih tinggi.

"Jadi saya berkesimpulan bahwa pelantikan pejabat tadi sore itu tidak sah dan seharusnya batal demi hukum karena akan membuat keresahan di lingkungan birokrasi bahkan dalam masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Sembilan suku ikrarkan 'Kitorang Samua Basudara' di Morowali Utara