Disperindag Sulteng Desak Kepala Daerah Bentuk BPSK

id Abubakar

Disperindag Sulteng Desak Kepala Daerah Bentuk BPSK

Kadis Perindustrian dan Perdagangan Sulteng Abubakar Almahdali (dikda.sulteng.go.id)

Pemerintah daerah harus melindungi konsumen yang kebanyakan dirugikan oleh produsen, karena konsumen menentukan keberhasilan pelaku usaha."
Palu (antara) - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Drs H. Abubakar Almahdali, MSi mengatakan akan terus mendesak semua bupati dan wali kota untuk membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) karena hal ini merupakan kebutuhan mendesak.

"Sengketa antara konsumen dan produsen makin banyak dan semakin parah, sehingga pemerintah daerah harus membantu kedua belah pihak untuk menyelesaiakan sengketa itu lewat BPSK," katanya di Palu, Rabu, usai membuka seminar sehari tentan Perlindungan Konsumen.

Menurut Abubakar, ia sudah berulang kali menyurati para bupati dan wali kota mengenai pembentukkan BPSK tersebut, karena sesuai amanat UU No.8 tahun 1999 tentang Pelrindungan Konsumen, BKSP hanya ada di tingkat kabupaten/kota, namun respon mereka masih rendah sekali.

"Dari 13 kabupaten/kota di Sulteng, saat ini baru Kota Palu yang membentuk BKSP, itu pun baru terbentuk enam bulan terakhir," kata Abubakar dan menambahkan bahwa pihaknya akan terus menyurati kepala daerah, kalau perlu setiap bulan sekali untuk mengingatkan hal ini.

Proses membentuk BPSK, kata mantan Kadis Pendidikan ini, sangat sederhana. Kepala daerah mengusulkan kepada Menteri Perdagangan melalui Gubernur Sulteng untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pembentukannya. Setelah Keppres terbit, Pemkab/pemkot menyeleksi anggota BPSK paling sedikit tiga orang dan diajukan ke Menteri Perdagangan untuk menerbitkan Keputusan Menteri tentang pengangkatan mereka.

Menurut dia, sengketa antara produsen dan konsumen dewasa ini semakin meluar, tidak hanya sekedar soal penggunaan alat ukur, takar dan timbang yang tidak sesuai ketentuan, tetapi juga soal mutu produksi, serta berbagai masalah finansial dan pinjam-meminjam (kredit) uang dan barang.

Pemerintah daerah, katanya, harus melindungi konsumen yang kebanyakan dirugikan oleh produsen, karena konsumen menentukan keberhasilan pelaku usaha.

"Pelaku usaha harus jujur dan bertanggung jawab, konsumennya harus dijamin nyaman dan percaya terhadap produksinya sehingga produsen tersebut akan memiliki konsumen setia (pelanggan). Di sinilah letak keberhasilan usaha tersebut," katanya.

Abubakar menambahkan, meski UU No.8 Tahun 1999 tentang Pelrindungan Konsumen sudah 14 aun diundangkan, namun pihaknya akan terus meningkatkan sosialisasi UU tersebut sebab sengketa konsumen tetap tinggi dan permasalahan yang mereka hadapi semakin ruwet.

Seminar perlindungan konsumen yang diikuti sekitar 100 peserta dari berbagai kalangan, termasuk siswa/siswi SMU mahasiswa itu, merupakan salah satu cara sosialisasi UU perlindungan konsumen yang memberitahu warga bahwa ada jalur hukum yang bisa digunakan bila merasa dirugikan terkait penggunaan produk atau jasa tertentu. (R007/B008)