Ekonom: Defisit APBN berpotensi melebar karena konflik Rusia-Ukraina

id Konflik, Rusia, Ukraina, defisit, APBN, pertumbuhan ekonomi

Ekonom: Defisit APBN berpotensi melebar  karena konflik Rusia-Ukraina

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara (kedua kiri), Sekjen Heru Pambudi (kanan) dan Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata menyampaikan keterangan pers realisasi pelaksanaan APBN 2021 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (3/1/2022). Sri Mulyani menyatakan pelaksanaan APBN 2021 mencatatkan kinerja positif dengan pendapatan negara melebihi target, belanja negara optimal, pembiayaan anggaran yang lebih efisien sehingga menjadi modal positif untuk transisi menuju konsolidasi fiskal 2023. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M Rachbini mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2022 berpotensi melebar karena adanya konflik antara Rusia dengan Ukraina.

"Ke depan, jika harga minyak bumi secara persisten di level yang tinggi di atas 100 dolar AS per barel dan harga-harga barang pokok penting naik, pemerintah kemungkinan akan melakukan intervensi harga, memberi subsidi, dan bantuan sosial, yang akan menekan defisit APBN," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Eisha memperkirakan kenaikan harga minyak mentah (ICP) tiap 1 dolar AS per barel akan meningkatkan anggaran subsidi LPG sekitar Rp1,47 triliun, subsidi minyak tanah Rp49 miliar, kompensasi kepada Pertamina Rp2,65 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp295 miliar.

Pada saat yang sama, di sisi pendapatan negara, kemungkinan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya akan naik masing-masing sebesar Rp0,8 triliun dan Rp2,2 triliun sehingga defisit tetap berpotensi melebar.



Adapun dalam APBN 2022 pemerintah memperkirakan defisit mencapai Rp868 triliun atau 4,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"APBN perlu dikelola dengan tepat dan efisien, dengan memprioritaskan pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi," imbuh Eisha.

Ia melanjutkan subsidi pun tetap perlu ditambah untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah agar tidak jatuh ke kemiskinan yang lebih dalam.

"Risiko ke depan, ancaman inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat, serta dapat beresiko menghambat pertumbuhan ekonomi," ucapnya.