Washington (antarasulteng.com) - Amerika Serikat resmi menyebut operasi
militer Myanmar terhadap warga Rohingya sebagai "pembersihan etnis" dan
untuk itu AS mengancam untuk menerapkan sanksi kepada mereka yang
bertanggung jawab atas apa yang disebutnya "kejahatan yang mengerikan".
"Situasi
di negara bagian Rakhine utara merupakan pembersihan etnis terhadap
Rohingya," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex
Tillerson.
"Amerika
Serikat juga akan meminta pertanggungjawaban dengan menggunakan hukum
AS, termasuk kemungkinan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab
atas dugaan penyiksaan yang telah memaksa ratusan ribu Rohingya
mengungsi ke Bangladesh," kata Tillerson lagi seperti dikutip Reuters.
AS
mengubah pendiriannya sebagai bagian dari upaya meningkatkan tekanan
kepada pemimpin militer dan sipil Myanmar yang dalam dua tahun terakhir
ini berbagi kekuasaan, setelah berpuluh tahun diperintah junta militer.
Tindakan AS ini ditempuh demi menjawab kritik internasional menyangkut
krisis Rohingya.
Organisasi-organisasi HAM menuduh militer
Myanmar melakukan pembunuhan, pemerkosaan massal dan pembakaran,
terhadap warga Rohingya setelah pemberontak Rohingya melancarkan
serangan terkoordinasi ke 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer
pada 25 Agustus.
Sudah sekitar 600.000 pengungsi Rohingya
menyingkir dari Rakhine ke Bangladesh, sejak operasi militer Myanmar
setelah serangan pemberontak Rohingya itu.
"Penyiksaan oleh
mereka yang berasal dari militer, pasukan keamanan dan warga biasa Burma
ini telah menyebabkan penderitaan mengerikan dan memaksa ratusan ribu
pria, wanita dan anak-anak meninggalkan rumah mereka," kata Tillerson.
Mengulangi
kecaman AS terhadap serangan pemberontak, Tillerson mengatakan
provokasi apa pun, termasuk serangan pemberontak, tidak bisa menjadi
justifikasi untuk melakukan kejahatan mengerikan seperti dialami
Rohingya.
Pemerintahan Myanmar pimpinan peraih Hadiah Nobel
Perdamaian Aung San Suu Kyi, mendapatkan tekanan internasional yang
hebat akibat responnya terhadap krisis Rohingya, kendati diakui tak bisa
mengendalikan militer yang menjadi mitra berbagi kekuasaan.
"Ini
situasi yang tidak sepenuhnya dalam kendali kekuasaan dia, tetapi jelas
kami mengandalkan dia untuk menunjukkan kepemimpinannya dan juga
bekerja lewat pemerintahan sipil dengan militer guna mengatasi krisis
ini," kata seorang pejabat senior AS. (skd)
AS resmi sebut Myanmar lakukan "pembersihan etnis" terhadap Rohingya
Amerika Serikat juga akan meminta pertanggungjawaban dengan menggunakan hukum AS, termasuk kemungkinan sanksi kepada mereka yang bertanggung jawab atas dugaan penyiksaan yang telah memaksa ratusan ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh