F-Nasdem desak Gubernur evaluasi izin kelapa sawit

id Nasdem

F-Nasdem desak Gubernur evaluasi izin kelapa sawit

Ketua Fraksi Nasdem di DPRD Sulawesi Tengah Muh Masykur. (Antaranews Sulteng/istimewa) (Antaranews Sulteng/istimewa/)

Palu,  (Antaranews Sulteng) - Fraksi NasDem DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Gubernur Sulteng Longki Djanggola untuk segera melakukan evaluasi perizinan kelapa sawit di daerah ini.

"Gubernur Sulawesi Tengah segara melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit," ujar Ketua Fraksi NasDem DPRD Sulteng Masykur, di Palu, Rabu.

Menurut Masykur terdapat tiga tugas mendesak yang patut disegerakan sebagai jabaran konkret pelaksanaan Inpres Nomor 8/2018 tersebut, yakni soal tata kelola, jaminan perlindungan hukum sebagai bagian dari pemberian kepastian hukum terhadap warga yang menguntungkan penghidupan di areal lingkar raksasa perkebunan sawit, termasuk kesejahteraan bagi petani kelapa sawit.

"Sebab, alas pijak yang melatari keluar inpres tersebut bukanlah sesuatu yang lahir dengan sendirinya. Ada aneka sebab musabab yang dijadikan sebagai landasan pokok, khususnya pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai tanggung jawab negara terhadap warganya," kata Masykur.

Menurut dia, landasan pokok inilah yang semestinya gubernur jadikan sebagai pintu masuk untuk mulai menata marak investasi sawit di Sulawesi Tengah. Bukan malah sebaliknya amat peduli dengan pemodal yang rakus lahan.

"Saya kira `care` dengan investor baik, tetapi perlindungan kepada petani juga sangat dibutuhkan. Karena kemana lagi petani berharap ada kenyamanan hidup jika tidak ke negara via pemerintah. Bagi petani di areal lingkar kebun raksasa sawit, rasa nyaman dan aman ini yang masih menjadi sesuatu yang mahal dan langka," kata dia lagi.

Masykur mencontohkan, selama ini belum pernah menemukan ada investasi perkebunan sawit yang tidak terjadi konflik. Pencaplokan tanah, kriminalisasi serta tidak adanya jaminan perlindungan harga tandan buah segar (TBS), seperti terjadi di Kabupaten Banggai, Morowali Utara, Buol, Toli Toli, dan Donggala.

Hal itu terjadi karena posisi petani cenderung lemah secara politik, karena tidak adanya dukungan pemerintah daerah untuk petani.

Menurutnya, inpres ini menjadi kekuatan bagi petani kalau pemerintah daerah mampu menerjemahkannya menjadi perangkat hukum untuk mengevaluasi sistem perkebunan dan praktik hubungan Industrial yang berlaku.

Data Dinas Perkebunan Sulteng menyebutkan total luas lahan dari 54 perusahaan mencapai 713.217 hektare, sehingga sesungguhnya permasalahan sawit tidak hanya sekadar pada peremajaan sawit, kata Masykur pula.

Baca juga: Jokowi-Ma'ruf ditargetkan menang di Sulteng

Baca juga: Legislator : pemerintah naikkan harga TBS sawit