Donggala (Antaranews Sulteng) – Nahdatul Ulama (NU) Sulawesi Tengah lewat program peduli menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Donggala memulihkan mental sebagai bentuk pembinaan psikologi korban bencana gempa dan tsunami kabupaten tersebut.
Pembinaan mental korban oleh dua lembaga itu dilakukan lewat program pusat ruang bermain anak (child center space/CCS), di Desa Lende Tovea Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala.
Kepala DP3A Donggala Aritatriana dihadapan anak-anak korban bencana di desa itu, menyemangati anak korban bencana harus tetap kuat, dan tidak dan larut dalam kesedihan pascabencana.
Aritariana dengan panggilan akrab, Ita, juga melakukan pembinaan psikologi (psychological first aid) anak-anak, dengan metode membincang permasalahan dan kebutuhan anak saat ini, terutama mereka yang masih tinggal di hunian sementara.
"Anak-anak ada yang masih tinggal di Huntara ” tanya Ita. Mendengar pertanyaan itu, anak-anak kompak menjawab ‘tidak’. Anak-anak korban bencana gempa dan tsunami Donggala di Desa Lende ternyata mengenal istilah ‘huntara’. Anak-anak lebih mengetahui hunian sementara dengan sebutan ‘pondok-pondok’.
Penamaan itu berdasarkan kearifan lokal. Oleh Suku Kaili di Palu, Sigi dan Donggala umumnya menyebut hunian semia permanen atau hunian non-permanen dengan sebutan ‘pondok-pondok’.
"Walaupun tinggal di pondok-pondok’, tetapi kita harus tetap bahagia, tetap rajin sekolah, dan tidak terlalu lama larut dalam kesedihan. Di sini ada kakak-kakak dari NU Peduli yang menemani anak-anak. Dan nanti Dinas P3A Kabupaten Donggala Insya Allah akan bersama-sama dengan NU Peduli menemani anak-anak di sini, walaupun program dari NU Peduli sudah selesai,” kata Ita.
Dia mengemukakan pihaknya akan melanjutkan kegiatan CCS yang telah dilakukan oleh NU Peduli di Kabupaten Donggala. Kegiatan yang di motori oleh NU Peduli itu memiliki kesamaan dengan kegiatan DP3A Donggala yang juga bertujuan untuk perlindungan dan pemenuhan hak anak dan perempuan pascabencana.
Koordinator CCS NU Peduli, Zuliati, mengatakan bahwa selama 4 bulan terhitung sejak Oktober 2018 sampai Januari 2019 anak-anak korban bencana telah berkegiatan di PRA.
Di situ, kata dia, mereka bisa bermain, belajar, dan berkegiatan bersama teman-temannya. Mereka telah memiliki tempat untuk melakukan kegiatan yang terarah bersama fasilitator.
Kegiatan pendampingan NU Peduli dalam program anak gembira (child fund) akan berakhir pada April 2019.
"Sebenarnya sejak awal kami sudah mengantisipasi durasi program yang singkat, salah satunya dengan merekrut fasilitator yang berasal dari masyarakat setempat dimana PRA didirikan. Namun lebih jauh kami melihat bahwa kegiatan untuk anak ini akan lebih efektif ketika diserahkan kepada pemerintah setempat sebagai leading sector," ujar Zuliati.
"Kami berharap, melalui sinergi dengan pemerintah setempat, dalam hal ini Dinas P3A, kegiatan CCS di PRA dapat terus berlanjut, sehingga adik-adik dapat terus berkegiatan dan mendapatkan kegembiraan di PRA," tambahnya.
Berita Terkait
Gus Ipul ajak PKB kembali ke pangkuan NU
Senin, 19 Februari 2024 7:22 Wib
NU-Muhammadiyah: Suara yang ingin pemilu jurdil harus diapresiasi
Sabtu, 10 Februari 2024 7:47 Wib
Muhaimin minta warga NU untuk renungkan 3 capres-cawapres terbaik
Jumat, 9 Februari 2024 18:45 Wib
Sorban NU dukung Prabowo-Gibran karena butuh makan minum susu gratis
Jumat, 9 Februari 2024 8:58 Wib
Presiden Jokowi tinjau Masjid Walidah Dahlan yang didesain ramah lingkungan
Kamis, 1 Februari 2024 7:16 Wib
Ketum PBNU: Tekad NU mengabdi bangsa tak akan pernah luntur
Rabu, 31 Januari 2024 14:29 Wib
Kapolri harapkan NU selalu jadi perekat umat
Rabu, 31 Januari 2024 10:32 Wib
NU bersama Muhammadiyah memenangkan Indonesia
Rabu, 31 Januari 2024 9:00 Wib