Komisioner NBL Harap Olah Raga Indonesia Lekas Privatisasi

id Basket NBL

Komisioner NBL Harap Olah Raga Indonesia Lekas Privatisasi

Ilustrasi (AntaraNews)

...dalam kompetisi NBL bisa dikatakan tidak sedikitpun terdapat campur tangan dari pemerintah."
Jakarta (antarasulteng.com) - Komisioner Liga Bola Basket Nasional (NBL) Azrul Ananda mengharapkan dunia olah raga di Indonsia lekas mengalami privatisasi secara meluas dan bukan hanya bola basket.

"Di Indonesia ini olah raga bisa dibilang campur tangan pemerintah sudah tidak terlalu penting, makanya saya harap ada cara supaya olah raga kita itu cepat lebih banyak diambil alih oleh swasta," kata Azrul di Jakarta, Sabtu.

Azrul mencontohkan bagaimana kompetisi bola basket yang ia kelola akhirnya menarik perhatian pemerintah dan kemudian otoritas olah raga terkait menawarkan dirinya untuk mengambil alih dan menjalankan liga.

Ia mengatakan bahwa dalam kompetisi yang ia jalankan bisa dikatakan tidak sedikitpun terdapat campur tangan dari pemerintah.

"NBL Indonesia ini kan nol dari pemerintah, dikelola secara swasta, klub-klubnya juga dikelola secara swasta. Hampir tidak ada uang pemerintah dan kita baik-baik saja," ujar Azrul

Lebih lanjutan Azrul menyebutkan bahwa dalam olahraga, kucuran dana dari pemerintah untuk bergulirnya liga seharusnya tidak lagi dibutuhkan.

"Yang kita butuhkan dari pemerintah bukan dukungan finansial, tetapi stabilitas, jaminan dan 'support' moral sehingga memberi kami ruang cukup untuk bekerja," ujar dia.

Ia mengharapkan pemerintah melalui otoritas olahraga secara spesifik ataupun Kementerian Pemuda dan Olahraga, tidak mengambil kebijakan yang mempersulit ataupun membebani pihak swasta dalam mengelola olahraga.

Azrul tak berhenti hanya berbicara pada tataran bola basket dan olahraga umum, ia sedikit memberi komentar tentang bagaimana kondisi sepak bola di Indonesia saat ini baik secara kompetisi maupun secara kepengurusan.

Azrul mengatakan bahwa sepak bola pada masanya sempat mengalami privatisasi sebagaimana bola basket saat ini, yaitu di masa Galatama. Lantas, pergeseran dan pembesaran makna sepak bola dalam kehidupan masyarakat ikut mengubah nasib persepakbolaan di Indonesia.

"Tapi kemudian ini menjadi sebuah komoditas politik, dan ini tidak bisa dielakkan. Ada beberapa pemimpin daerah yang saya temui mengatakan sepakbola itu punya peran sebagai kontrol sosial," kata dia.

Azrul mengakui dapat memahami sudut pandang kontrol sosial tersebut, meskipun kemudian mempertanyakan apa jadinya ketika olahraga dibiarkan menjadi besar dan masih merasakan campur tangan pemerintah.

"Ketika uang pemerintah, yang mungkin kita bisa katakan tak terbatas, bercampur baur dengan olahraga maka mereka tak bisa lagi melihat atap. Pada saat itulah berbondong-bondong orang ingin ikut ke sana, dan 'bermain' di dalamnya," tutur Azrul.(G006)