Paris (antarasulteng.com) - Tentara kelima Prancis tewas dalam gerakan tentara sembilan pekan terhadap pemberontak bergaris keras di Mali, kata pemerintah Prancis pada Minggu.
Kopral dari resimen infantri Marinir I Angouleme tewas dalam pertempuran, kata pernyataan kantor Presiden Francois Hollande tanpa merinci.
Puluhan pejuang garis keras terkait Al Qaida tewas sesudah pasukan Prancis dan Afrika menyerbu untuk mengusir mereka keluar dari wilayah Mali utara, yang mereka kuasai sejak April 2012.
Prancis melancarkan serangan darat dan udara pada Januari untuk melepaskan cengkeraman pemberontak atas wilayah tersebut, dengan menyatakan pegaris keras membahayakan keamanan Afrika Barat dan Eropa.
Serangan itu untuk merebut Mali utara dari kekuasaan gerilyawan dan menewaskan sejumlah pejuang. Pejuang lain mundur ke gua pegunungan dan gurun bertimbun senjata dan perbekalan.
Gerakan tentara itu pada tahap "akhir", kata kantor Hollande tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mempertimbangkan pembentukan kekuatan 10.000 orang di bekas jajahan Prancis itu sebelum pemilihan presiden dan anggota parlemen pada Juli, tenggat yang diplomat Eropa pada Selasa katakan sebagai "berpacu dengan waktu".
Dengan pasukan khusus dan kekuatan udaranya, tentara Prancis hanya memerlukan beberapa hari untuk menguasai kembali kota utama di Mali utara, yang direbut Al Qaida cabang Afrika Utara dan sekutunya selama sembilan bulan.
Tapi, sebagian besar pejuang bergerak ke utara untuk melawan dari benteng gunung terpencil mereka dan Prancis mengakui bahwa pembasmian mereka adalah tahap paling rumit dan berbahaya keterlibatannya.
Hollande menyatakan berencana menurunkan tingkat kehadiran tentara Prancis itu pada awal April dan mulai menyerahkan tanggung jawab kepada tentara Mali dan pasukan penenangan Afrika.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Masyarakat antarbangsa khawatir negara itu menjadi sarang baru "teroris" dan mendukung upaya Afrika campur tangan secara ketentaraan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui penempatan pasukan Afrika berkekuatan sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat, ECOWAS.(Antara/Reuters/AFP)
Penterjemah:B. Soekapdjo
Berita Terkait
Kata Zarco dan Quartararo soal grand prix kandang di Prancis
Jumat, 10 Mei 2024 10:45 Wib
Timnas U-23 langsung ke Prancis demi persiapan optimal hadapi Guinea
Senin, 6 Mei 2024 9:37 Wib
Prancis kecam serangan Israel ke konvoi bantuan Yordania untuk Gaza
Jumat, 3 Mei 2024 9:15 Wib
Presiden Xi Jinping akan kunjungi Prancis, Serbia dan Hongaria
Selasa, 30 April 2024 10:31 Wib
Macron akan ajukan gencatan senjata di Ukraina selama Olimpiade Paris
Minggu, 17 Maret 2024 13:42 Wib
Luis Enrique sempat pandang remeh Liga Prancis
Rabu, 13 Maret 2024 10:46 Wib
Mbappe dimainkan tergantung keinginan Luis Enrique
Senin, 26 Februari 2024 9:56 Wib
Italia dan Prancis tergabung di "grup neraka" UEFA Nations League
Jumat, 9 Februari 2024 9:01 Wib