Mbok Sri Harumkan Sulteng Dengan Bawang Goreng

id bawang, goreng

Usianya sudah sepuh, jalannya pun tampak mulai tertatih-tatih, namun ia tidak pernah berhenti berkarya, bahkan tetap mengukir prestasi yang membawa harum nama Sulawesi Tengah di pentas nasional.

Dia adalah Hardjo Sriyono. Orang Palu mengenalnya dengan nama Mbok Sri, penghasil bawang goreng khas Palu dan berbagai produk industri rumah tangga terutama makanan.

Wanita asal Yogyakarta yang lahir 2 Mei 1932 ini pun telah melanglangbuana ke berbagai daerah di Indonesia berkat hasil industri rumah tangga miliknya untuk mengikuti pameran dan berbagai even usaha kecil dan menengah lainnya baik di sektor perindustrian maupun kelautan dan perikanan.

Saat ditemui di kediamannya di Kota Palu, Senin, Mbok Sri mengaku membuat bawang goreng pertama kali pada 1975.

Saat itu, ia menjadi pembantu rumah tangga di rumah dua orang insinyur asal Inggris yang sedang mengerjakan proyek saluran irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi. Sigi saat itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Donggala sebelum mekar pada pertengahan 2008.

Dua bule bernama Dunlop dan Branley itu setiap harinya bekerja sejak pagi hingga sore di lokasi proyek, sehingga Mbok Sri yang saat itu bersama anaknya merasa rugi jika tidak memanfaatkan waktu luangnya setelah kerjaan rumah tangga selesai.

"Saya mulai membuat bawang goreng dan abon daging sapi di waktu luang," kata Mbok Sri yang pernah mendapatkan juara I Adibakti Minabahari oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Desember 2012.

Setelah pembangunan saluran irigasi Gumbasa selesai pada 1980, Mbok Sri pun kehilangan pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga.

Dengan keterampilan dan sisa upah yang diperolehnya dari kedua bule itu, Mbok Sri mengembangkan usaha pembuatan bawang goreng dan abon.

Dia hidup dengan numpang di samping rumah warga di Jalan S.Parman, Palu.

Setiap hari dia berkeliling menjajakan bawang goreng dan abon ikan. Dari instansi ke instansi dia masuki sambil membawa dua toples abon di lengan kiri dan dua toples bawang goreng di tangan kanan.

Satu toples bawang goreng saat itu seharga Rp2.000,00 dan satu toples abon daging sapi seharga Rp5.000,00.

Dengan keuletan yang ditekuninya, akhirnya masyarakat mulai mengenalnya. Konsumen mulai berdatangan ke rumahnya. Mbok Sri pun mulai mengurangi jadwal kelilingnya, dan fokus bekerja di rumah.

Hingga saat ini Mbok Sri telah memiliki rumah sekaligus tempat usaha bawang goreng dan abon daging yang nilainya lebih dari Rp1 miliar.

Setiap hari, dia mengaku memiliki omzet sekitar Rp15 juta.

Perempuan yang memiliki empat anak ini juga mengaku tidak pelit informasi kepada siapa saja yang akan belajar membuat bawang goreng.

"Kalau mau belajar, ke sini saja sambil melihat proses pembuatannya. Tidak ada rahasia yang saya sembunyikan," katanya.

Saat ini terdapat seratusan pengusaha bawang goreng di Kota Palu dan Sulawesi Tengah.

"Saya tidak takut persaingan karena kualitas dan rasa bawang goreng saya telah dikenal dan teruji," kata Mbok Sri yang mengaku selalu rendah hati meski banyak orang menganggapnya telah sukses.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah Hasanuddin Atjo mengaku terkejut ketika Mbok Sri ditetapkan sebagai penerima penghargaan Adibakti Minabahari yang diserahkan Menteri Kelautan dan perikanan pada Puncak Hari Nusantara 2012 pada 17 Desember 2012 di Lombok, NTB.

"Ini adalah penghargaan yang pertama kali untuk pelaku usaha industri kecil dan rumah tangga sektor kelautan dan perikanan dari Sulawesi Tengah," ujarnya.

Pernilaiannya pun sangat obyektif, dilakukan oleh tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kemeterian Perindustrian secara diam-diam.

Mereka menilai usaha industri kecil abon ikan milik Mbok Sri sudah berjalan profesional, skala produksinya lumayan, rantai produksinya rapih dan bersih, dan hasilnya pun enak. (skd)