DPRD minta rehab-rekon prioritaskan penguatan perempuan

id PEMULIHAN PASCABENCANA,GEMPA PALU,NILAM SARI LAWIRA,DPRD SULTENG,NASDEM

DPRD minta rehab-rekon prioritaskan penguatan perempuan

Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Dr Hj Nilam Sari Lawira. (FOTO ANTARA/Muhammad Hajiji)

Mereka harus bisa dihadirkan dalam menentukan apakah semua program dan kegiatan yang berlangsung dapat menjawab kebutuhan perempuan atau tidak
Palu (ANTARA) - Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira di Palu, Selasa, mengemukakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi harus memrioritaskan penguatan perempuan di Palu, Sigi dan Donggala serta Parigi Moutong.

"Tugas anggota DPRD dan semua pemangku kepentingan gerakan perempuan adalah memastikan bahwa agenda penguatan perempuan penyintas dihadirkan dalam semua proses itu," katanya.

Dalam konteks kerja DPRD, kata dia, saat ini yang bisa dilakukan untuk merespons rehab-rekon di semua tingkatan hanya pada pelaksanaan fungsi pengawasan.

Sebab intervensi kegiatan tidak mungkin lagi bisa diubah karena anggaran mengikuti satuan program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana induk rehab rekon.

Berkaitan dengan penguatan perempuan, ia mengemukakan, pertama, mendorong kelompok perempuan menjadi aktor penting dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Penting dari segi sebagai kelompok yang paling mengalami tingkat kerentanan paling tinggi, sekaligus sebagai indikator capaian keberhasilan," katanya.

Baca juga: Realisasi rehab-rekon rumah bencana Pasigala baru capa 10 persen
Baca juga: Satgas rehab rekon akan tertibkan fasilitator nakal


Ia mengatakan bahwa semua pihak harus bisa menyajikan data dan fakta pembanding yang dapat menjadi rujukan.

Menurut dia kenapa harus dianggap sebagai capaian, karena aspek inklusi sosial melekat pada kebutuhan untuk berdaya pada kelompok perempuan.

"Mereka harus bisa dihadirkan dalam menentukan apakah semua program dan kegiatan yang berlangsung dapat menjawab kebutuhan perempuan atau tidak," katanya.

Ia mengemukakan, kedua, isu-isu krusial perempuan harus bisa ditangkap secara jelas dan terukur ketika proses berlangsung. Maka dari itu, semua hal yang berkaitan dengan bagaimana perempuan hadir dalam semua program dan kegiatan, harus bisa dicatat secara kuantitatif tidak sekedar kualitatif.

"Simpulan pendekatan rehabilitasi dan rekonstruksi sangat tegas dan jelas, bersifat universal yang berbasis pada pemulihan penyeluruh, mulai dari gedung, jalan, hingga semua jaringan kebutuhan masyarakat yang hidup dalam lokasi bencana," katanya.

Baca juga: DPRD kerja sama ombudsman awasi pemenuhan hak korban gempa di Palu

Ia menilai, pemerintah mengambil semboyan internasional yang jamak diperkenalkan sebagai cetak biru pascabencana di seluruh dunia yaitu membangun kembali dengan lebih baik, yang dari segi persepektif, menempatkan perempuan penyintas sebagai aktor yang utama tentu kita harus bisa merumuskan indikator sederhana yang bisa diukur.

"Apakah program dan kegiatan yang sedang berlangsung berdampak kepada manusia atau hanya kepada beton ? Dan lebih khusus pada perempuan bagaimana kita bisa membawa semua pengalaman perempuan penyintas ke dalam meja kebijaksanaan. Tentu, semua itu tidak cukup hanya sekedar narasi kualitatif, tetapi kita butuh fakta, data dan cerita lengkap dari perempuan penyintas yang telah mengorganisir dirinya," demikian Nilam Sari Lawira.***