Pasar Ramadhan dan Pelestarian Kuliner

id riski, ramadhan, palu, kaledo

Pasar Ramadhan dan Pelestarian Kuliner

Riski Maruto

Kalau buka puasa di awal-awal Ramadhan lebih enak rasanya jika menyantap kaledo karena kuahnya segar," kata Faria, seorang warga Palu.
Palu - Bulan Ramadhan 1433 Hijriah telah tiba. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan penuh berkah ini disambut dengan berbagai ragam kegiatan, termasuk adanya pasar ramadhan.

Pasar ramadhan seolah menjadi ajang wajib di setiap daerah, sehingga keberadaannya selalu dinanti oleh masyarakat.

Lokasinya pun ditata sesuai kondisi daerah masing-masing. Seperti pasar ramadhan di Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.

Pasar ramadhan di kota berpenduduk sekitar 310 ribu jiwa ini mencoba mempertahankan sajian kuliner tradisional kepada masyarakat.

Menu tradisional yang ada di pasar ramadhan ini antara lain uta dada (semacam opor ayam), uta kelo (sayur daun kelor berkuah santan), serta kaledo (sop tulang kaki sapi).

Ketiga menu itu seolah sudah menjadi jati diri Kota Palu dari sisi kuliner. Banyak aggapan mengatakan, belum lengkap rasanya kalau seseorang datang ke Palu tanpa menyantap salah satu sajian khas itu.

Ketua Panitia Pasar Ramadhan 2012, Gladys, mengatakan tahun ini diharapkan para penjual lebih banyak menyajikan sajian tradisional meski hal itu sebenarnya telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Sajian khas Kota Palu masih bisa ditemukan di sejumlah pasar pada hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan. Namun pada saat Ramadhan, berbagai menu tradisional itu semakin menjadi pilihan favorit warga Kota Palu dan sekitarnya.

"Kalau buka puasa di awal-awal Ramadhan lebih enak rasanya jika menyantap kaledo karena kuahnya segar," kata Faria, seorang warga Palu.

Kuliner tradisional itu kini bersaing melawan makanan modern yang terus menggempur masyarakat dengan sajian dan rasa beragam.

Sebut saja makanan cepat saji asal amerika berupa ayam goreng renyah, aneka makanan pasta khas Italia, ataupun sajian khas Jepang yang juga sudah hadir di Kota Palu.

Menurut Gladys, sudah saatnya kita kembali ke menu tradisional yang memiliki rasa khas dan akrab di lidah masyarakat.

Uta dada misalnya. Sayur ini mirip opor ayam, namun dagingnya hanya khusus dada ayam kampung sehingga rasanya gurih.

Jika opor ayam memiliki kuah agak kental, uta dada berkuah agak encer.

Selanjutnya uta kelo yang berupa sayur daun kelor yang diberi kuah santan berasa gurih. Di dalam sayur ini biasanya terdapat irisan pisang mentah.

Warga Palu biasa menyantap sayur kelor dilengkapi dengan rono, yakni ikan teri yang telah digoreng kering berasa pedas.

Sementara kaledo adalah menu berupa sop tulang kaki sapi yang masih terbalut daging. Daging tersebut mudah lepas dari tulang dan empuk karena direbus sekitar empat jam.

Di dalam tulang kaki sapi tersebut masih terdapat sumsum yang bisa disantap dengan menggunakan sedotan.

Menurut Gladys, berbagai menu khas itu akan terus diburu masyarakat mengingat pengunjung Pasar Ramadhan tidak hanya berasal dari Palu.

    
Ajang wisata

Wakil Wali Kota Palu Andi Mulhanan Tombolotutu mengatakan Pasar Ramadhan yang digelar setiap tahun diharapkan bisa menjadi ajang wisata.

"Pasar Ramadhan harus dikelola dengan benar agar menarik pengunjung," kata Mulhanan saat membuka Pasar Ramadhan di Palu, Sabtu (21/7).

Dia berharap, selain menjual aneka makanan, pasar itu juga bisa menyediakan  pernak-pernik ramadhan dan kebutuhan lainnya.

Agar bisa menjadi ajang wisata tahunan, katanya, tenda-tenda pasar ramadhan seharusnya diseragamkan dan ditata sedemikian rupa agar menarik.

"Tenda-tenda yang sudah uzur sebaiknya diganti," kata mantan Ketua DPRD Kota Palu ini.

Dia berharap Dinas Perindagkop dan UMKM Kota Palu bisa memfasilitasi kebutuhan para pedagang pasar ramadhan dalam hal penyediaan tenda dan lapak.

"Nantinya para pedagang tinggal mengisi barang jualan saja, tanpa memikirkan lapak dan tenda," kata Mulhanan.

Kota Palu sendiri sebenarnya sudah memiliki kawasan wisata religi yang berada di sekitar Jalan SIS Aljufri. Kawasan wisata tersebut sudah ditetapkan sejak tahun 2010.

"Kalau pasar ramadhan menjadi hanya tempat wisata biasa saja, yang menyediakan aneka menu khas Kota Palu," katanya.

Menurut Mulhanan, Pasar Ramadhan di Palu juga bisa menjadi tempat "rendez-vous" (pertemuan) yang menyenangkan sembari mencari menu berbuka puasa.

"Kita bisa bertemu dengan teman sambil melihat suasana pasar yang mengasyikan," kata Mulhanan.

Lokasi pasar ramadhan di Lapangan Vatulemo juga dinilai strategis karena berada di tempat yang mudah dijangkau dari segala penjuru mata angin yang ada di Kota Palu.

Bukan hanya pengunjung dari Palu saja yang datang di Pasar Ramadhan, melainkan dari sejumlah daerah tetangga yang berbatasan langsung dengan Palu, seperti Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala. Ada juga pengunjung dari Kabupaten Parigi Moutong (100 km dari Kota Palu) yang kebetulan sedang berada di Palu.

Pasar Ramadhan di Kota Palu sendiri berlangsung di Lapangan Vatulemo dengan diikuti sekitar 230 penjual dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah.

Ada juga penjual yang berasal dari Gorontalo, Makassar dan Manado.

"Ini menunjukkan Pasar ramadhan di Palu sudah dikenal masyarakat secara luas," katanya.

Pasar tersebut mulai beroperasi sejak 15.00 WITA hingga menjelang berbuka puasa. Pasar itu rencananya akan ditutup pada 16 Agustus 2012.

Sebelumnya Ketua Tim Penggerak PKK Kota Palu Vera Mastura mengatakan pelaksanaan Pasar Ramadhan 2012 di daerah adalah untuk membantu kaum dhuafa dan memberdayakan masyarakat.

Vera mengatakan uang sewa tempat pasar Ramadhan akan diberikan kepada kaum miskin seperti tukang sapu jalan, pemulung di TPA Kawatuna, orang lanjut usia miskin, dan warga miskin lainnya.

"Jumlahnya sekitar 400 kaum dhuafa yang akan mendapat paket kebutuhan pokok dalam menyambut Idul Fitri 1433 Hijriah," katanya.

Selain itu, para pedagang di Pasar Ramadhan adalah kaum perempuan.
"Tujuannya jelas yakni untuk memberdayakan masyarakat miskin dan perempuan untuk meningkatkan perekonomiannya," katanya.