Guru Besar UIN Palu ingatkan dampak politik identitas pecah persatuan

id sahran raden,lukman s thahir,guru besar uin palu,akademisi uin palu,politik identitas

Guru Besar UIN Palu  ingatkan dampak politik identitas pecah persatuan

Guru Besar UIN Datokarama Palu Prof. Lukman S. Thahir. (ANTARA/Dokumen Pribadi)

Palu (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof. Lukman S. Thahir mengingatkan dampak politik identitas yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Politik identitas hanya akan membuat masyarakat terpecah belah karena rentan terjadi konflik akibat menyangkut isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), kata Lukman di Palu, Jumat.

"Politik identitas akan mengelompokkan masyarakat menjadi dua bagian dan menjatuhkan lawan dengan hal yang berkaitan dengan identitas, dengan inisialnya masing-masing, sebagai strategi yang efektif dan sangat bersifat emosional untuk mendapatkan suara terbanyak," kata Lukman.

Dia mengemukakan saat ini merebak isu politik identitas yang mengacu pada kepentingan identitas kelompok tertentu. Model politik seperti itu, lanjutnya, lebih mengutamakan kepentingan kelompok yang didasarkan pada kesamaan identitas, seperti agama, gender, dan budaya.

Model politik identitas tersebut, menurutnya, dapat memicu konflik dan bahaya laten di kalangan masyarakat, apabila dibiarkan terus menerus dan tidak diintervensi dengan narasi positif. Akibatnya, relasi antarumat beragama akan terpecah yang pada akhirnya mengancam kestabilan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Maka, (politik identitas) harus dilawan, salah satunya dengan konten atau narasi yang kontra-politik identitas," tegasnya.

Politik identitas dengan mengatasnamakan isu agama, katanya, biasanya mengutamakan kepentingan politik yang dibumbui dengan berbagai ayat dan simbol-simbol agama. Bagi para pendengarnya, hal itu dirasa berbau surgawi, sehingga mengakibatkan mereka yang terpengaruh tidak merasakan bahaya mengancam bagi diri mereka.

"Model pendekatan politik seperti ini, lambat atau cepat, akan mencederai dan mengkotak-kotakkan masyarakat; yang akhirnya merusak tatanan hidup masyarakat," katanya.

Oleh karena itu, dia mengingatkan penyelenggara pemilu, partai politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta pemerintah untuk mengedukasi masyarakat agar tidak terbuai dengan narasi-narasi politik identitas.

Sementara itu, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah Sahran Raden menyebutkan enam tantangan yang dihadapi KPU dalam penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu 2024, salah satunya yaitu mengenai politik identitas.

"Salah satu masalah dalam arena kontestasi pemilihan serentak yakni adanya politik identitas," kata Sahran.

Berdasarkan survei mengenai tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap hal-hal negatif dalam Pemilu 2024, penggunaan simbol identitas yang didasarkan pada isu SARA sebanyak 89,5 persen. Sahran mengatakan politik identitas merupakan pemanfaatan manusia secara politik yang mengutamakan kepentingan suatu kelompok.

"Kepentingan itu karena adanya persamaan identitas yang mencakup ras, etnis, dan gender, atau agama tertentu," ujarnya.