Mitos hambat pelestarian ikan duyung di Tolitoli

id Tolitoli

Mitos hambat pelestarian ikan duyung di Tolitoli

Ikan duyung (Istimewa)

Tolitoli adalah salah satu dari lima wilayah di Indonesia yang menjadi lokasi pelestarian ikan duyung
Tolitoli (antarasulteng.com) - Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa masih kuatnya mitos di masyarakat tentang manfaat air mata dugong (ikan duyung) untuk mengobatan, menjadi salah satu penghambat pelestarian makhluk hidup yang dilindungi itu.

"Sesuai keterangan yang diberikan sejumlah pelaku penangkapan ikan duyung yang diamankan petugas, air mata duyung masih sangat laku di masyarakat sehingga mereka masih terus melakukan perburuan," kata Kasi Pelestarian Keanekaragaman Hayati Kementerian Kelautan dan Perikanan Suraji di Tolitoli, belum lama ini.

Bahkan, kata dia, dari hasil penelusuran yang dilakukan Kementerian KP, hingga kini masih ada komunitas masyarakat pemakan ikan duyung.
    
"Ada beberapa komunitas masyarakat Indonesia yang sangat gemar mengkonsumsi Duyung, bahkan acaranya dianggap sangat mewah jika mampu menyajilan daging Duyung," tutur Suraji.

Dirinya berharap pemerintah dan media cetak maupun elektronik ikut mengampanyekan pelestarian duyung dan tidak memuat tayangan yang dapat memicu perburuan duyung, seperti mempertontonkan film yang memuat keistimewaan air mata duyung untuk menambah kekuatan fisik, memberi keberuntungan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kelebihan air mata Duyung.

"Ada mitos yang ditinggalkan oleh leluhur ada juga yang diperoleh dari pengetahuan baru, baik melalui buku bacaan maupun media," tuturnya.

Menurut Suraji, ketiadaan duyung di suatu perairan laut akan mempengaruhi kestabilan mata rantai ekosistem laut. Selain itu alat tangkap ikan seperti jaring juga dapat mengganggu keberadaan duyung, dimana padang lamun (salah satu jenis tumbuhan laut laut-red) yang menjadi makanan duyung dapat rusak.

Kabupaten Tolitoli menjadi salah satu daerah di Indonesia yang menjadi lokasi konservasi ikan duyung.
Selain menjaga kelestarian duyung, program tersebut juga diharapkan dapat memperkenalkan DSCP (Dugong and Seagrass Conservation Project) Indonesia kepada pemerintah daerah dan stakeholder di Tolitoli.

"Kami berharap program ini mendapat dukungan pemerintah daerah, unsur masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya," kata Suraji.

Anggaran proyek tersebut berasal dari dana hibah Global Environment Facility (GEF) sebesar 829.353 dolar AS selama tiga tahun, yakni 2016 hingga 2018 di empat kabupaten/kota di lndonesia yakni Bintan, Riau, Kotawaringin Barat, Alor dan Tolitoli.