Informasi kebencanaan tunjang pengurangan dampak bencana

id Gpdrr,Gpdrr 2022,Akdemisi Untad,Abdullah,Pengurangan risiko bencana,Informasi kebencanaan tunjang pengurangan bencana,tu

Informasi kebencanaan tunjang pengurangan dampak bencana

Akademisi Untad Palu Ir Abdullah MT (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Palu (ANTARA) - Akademisi Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah, Ir Abdullah MT menyatakan, ketersediaan sistem distribusi informasi kebencanaan yang cepat dan tepat serta mudah diakses masyarakat, sangat menunjang upaya penanggulangan atau pengurangan dampak bencana.

"Terkait dengan ketersediaan teknologi dalam penanggulangan atau pengurangan risiko bencana, hal yang paling penting adalah ketersediaan sumber informasi yang mudah diakses masyarakat, serta sistem distribusi infomasi kebencanaan yang cepat dan tepat," ucap Ir Abdullah MT, di Palu, Rabu (18/5).

Pernyataan Abdullah terkait pengurangan risiko bencana, yang saat ini Indonesia menjadi tuan rumah platform global untuk pengurangan risiko bencana atau Global Paltform for Disaster Risk Reduction (GPDRR).

GPDRR merupakan kegiatan dua tahunan yang digagas oleh Badan Pengurangan Risiko Bencana atau United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan GPDRR yang akan dilaksanakan di Bali, 23 - 28 Mei 2022.

Abdullah yang merupakan Mantan Dekan Fakultas MIPA Untad mengatakan, teknologi informasi kebencanaan sangat membantu dalam penanggulangan bencana, karena dengan kehadiran teknologi banyak masyarakat yang dapat dijangkau dengan waktu yang cepat.

Seperti informasi bencana alam gempa bumi yang saat ini masyarakat dapat mengakses informasi mengenai gempa dalam waktu sekitar lima sampai 10 menit setelah gempa terjadi, terkait dengan lokasi gempa, magnitudo, kedalaman gempa, jarak lokasi gempa.

"Bahkan, dengan teknologi informasi dampak dari bencana dapat diketahui oleh masyarakat," ujarnya

Akan tetapi, Abdullah yang juga Kepala Laboratorium Palu-Koro Fakultas MIPA Untad mengemukakan, ketersediaan sistem informasi kebencanaan yang ada saat ini, masih harus dikembangkan.

Belajar dari pengalaman gempa dan tsunami yang menimpa Palu dan Donggala pada tahun 2018, di mana tidak sampai lima menit setelah gempa magnitudo 7,4 mengguncang, tsunami langsung menghantam daratan Palu dan Donggala. Sementara informasi bahwa akan berpotensi tsunami baru dirilis pada menit ke lima setelah gempa. Ini tantangan BMKG ke depan, BMKG sementara berjuang bagaimana informasi mengenai gempa yang dirilis lima menit setelah gempa dan potensi tsunami, dipercepat menjadi dua menit," kata dia.

"Agar dampak tsunami bisa dikurangi," tambahnya.

Abdullah yang juga praktisi kebencanaan dan pengurangan risiko bencana berharap pemerintah dapat mengembangkan sistem informasi semua jenis bencana lainnya.

"Semua orang terancam dengan kerentanan bencana, dan semua orang ingin selamat dari bencana. Maka, harus ditingkatkan pemahaman, kapasitas masyarakat atau pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan. Karena itu, sistem informasi kebencanaan berbasis teknologi harus menjadi satu perangkat pembelajaran tentang kebencanaan terhadap masyarakat," ujarnya.

Olehnya, menurut dia, Forum GPDRR yang dilaksanakan di Bali, sangat penting sebagai wadah tukar menukar informasi penanggulangan bencana. Karena setiap negara berbeda masalah dan jenis bencana yang dialami, dan kemungkinan ada negara yang sudah lebih maju melakukan pengurangan risiko bencana dengan pendekatan teknologi.
Arsip Foto-Sejumlah warga mengevakuasi barang-barangnya dari rumah setelah terjadi banjir bandang di Desa Rogo, Dolo Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (30/8/2021). (ANTARA/Basri Marzuki)