Dana rehab-rekon bencana Sulteng tidak akomodasi pembuatan Amdal

id Dana pinjaman, bank dunia, BPPW, Sulteng, rehab-rekon

Dana rehab-rekon bencana Sulteng tidak akomodasi pembuatan Amdal

Dok- Sejumlah hunian tetap (huntap) disediakan pendonor Yayasan Buddha Zhu Chi di lokasi relokasi Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore sudah rampung di kerjakan dan siap di huni korban gempa, tsunami dan likuefaksi Kota Palu, Sulawesi Tengah. Rencananya, hunian ini disediakan tahap awal sebanyak 1.500 unit. (ANTARA/Moh Ridwan

Palu (ANTARA) - Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah mengatakan dana pinjaman bank dunia untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi hunian tetap korban bencana alam di Sulawesi Tengah tidak mengakomodasi pembuatan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Pinjaman dari pihak mana pun pasti tidak akan mau mengalokasikan dana mereka untuk kegiatan pembuatan dokumen AMDAL di kegiatan pemulihan pascabencana," ujar Kepala BPPW Sulteng Ferdinan Kana'lo dalam keterangan tertulisnya di Palu, Selasa malam, menanggapi adanya pihak yang mempertanyakan amdal pembangunan rehab-rekon pascabencana.

Menurut Ferdinan, pihak pemberi pinjaman termasuk Bank Dunia hanya mau mengakomodasi pembuatan dokumen lingkungan berskala kecil seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), mengingat pembiayaan dokumen Amdal cukup besar.

Meskipun situasi tanggap darurat hingga pemulihan pascabencana, kewenangan pembuatan dokumen lingkungan melekat kepada pemerintah daerah baik pemerintah kota maupun kabupaten yang terdampak.

"Saat ini pemerintah kota Palu sedang menyusun UKL/UPL kegiatan rehab- rekon pembangunan huntap. Sesuai arahan pemerintah pusat, bahwa
wali kota dapat menentukan hal itu sehingga dibuat lah penandatanganan berita acara yang menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan cukup dengan dokumen UPL/UKL," jelas Ferdinan.

Olehnya, dia mengajak semua pihak agar membuka wawasan berpikir tentang makna Amdal yang bertujuan untuk menjaga lingkungan.

Pembangunan huntap di lokasi tandus seperti Kelurahan Talise dan Tondo, Kota Palu, di nilai tidak merusak lingkungan sebab di lokasi relokasi korban gempa, tsunami dan likuefaksi tidak ada hutan yang dibongkar atau di rusak.

"Ini bukan membangun perusahaan tambang atau reaktor nuklir, dan sebagainya," kata dia menambahkan.

Dipaparkannya, dengan adanya kawasan huntap justru pihaknya akan membangunkan Ruang Terbuka Hijau (RTH), selain itu di setiap unit rumah akan ada pohon penghijauan, artinya dengan adanya kegiatan penghijauan justru ekosistem alam dapat terpelihara.

"Masalah kebencanaan adalah persoalan kemanusiaan dan ini adalah tugas kita semua untuk mensejahterakan masyarakat sebagai mana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945," demikian Ferdinan.