Saat Kuda-Kuda Sumba Dipacu Oleh Racun

id kuda

Saat Kuda-Kuda Sumba Dipacu Oleh Racun

Joki memacu kuda menuju garis akhir pada lomba pacuan kuda tradisional Gayo di Lapangan Hasan Gayo Desa Blang Beubangka, Pegasing, Aceh Tengah (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Usianya masih sangat muda, baru 10 tahun, tetapi sudah dikenal sebagai joki pacuan kuda terbaik di se antero Sumba Timur.

Javitra Syamsudin Meta namanya. Masih duduk di bangku kelas IV SD Negeri Kamala Putih, Sumba Timur. Di kalangan pecinta pacuan kuda, dia dikenal sebagai Racun.

Saat ditemui di Lapangan Pacuan Kuda Prailiu, Rihi Eti, Waingapu, Sumba Timur, Senin (24/10), Racun tidak banyak bicara. Tampaknya dia masih malu-malu diwawancarai oleh wartawan.

"Sejak umur delapan tahun," jawabnya saat ditanya sejak kapan dia mulai suka berkuda. Saat itu, dia mengaku hanya ikut-ikutan teman-temannya yang suka berkuda.

Pacuan kuda di Sumba Timur memang ditunggangi oleh anak-anak. Hanya dengan tali kekang yang terpasang di mulut kuda, tanpa pelana dan helm, anak-anak sudah terbiasa memacu kuda-kuda Sumba.

Kuda-kuda yang dilombakan dalam pacuan adalah persilangan antara kuda poni dengan kuda sandalwood yang dikenal sebagai kuda Sumba. Ukurannya tidak terlalu besar, sehingga anak-anak terbiasa menunggangi.

Racun mengaku belajar sendiri menunggang kuda. Setidaknya seminggu sekali dia berlatih, pada saat libur sekolah. Meskipun beberapa kali terjatuh dari kuda, Racun mengaku tidak pernah merasa kapok.

Akhirnya, dari sekadar ikut-ikutan teman, sebagaimana sebagian besar anak-anak Sumba lainnya, Racun yang bercita-cita menjadi pengurus kuda, bila dewasa kelak semakin, mahir menunggang kuda.

Hingga kemudian dia mulai diminta oleh pemilik kuda untuk menjadi joki dalam pacuan. Untuk setiap kuda yang dia tunggangi dalam pacuan, dia saat ini mendapatkan sedikitnya Rp50 ribu.

"Ditabung," kata Racun saat ditanya untuk apa uang yang dia dapatkan setiap kali menunggang kuda dalam pacuan.

Selain berlomba di Sumba, Racun juga pernah berlomba sampai ke Madura. Saat ini, kuda favoritnya adalah S3R. Bersama kuda itulah dia sempat memenangi pacuan kuda yang sedang diadakan di Lapangan Pacuan Kuda Prailiu.

Hiburan Rakyat

Sekretaris Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Sumba Timur Umbu Tanda mengatakan pacuan kuda merupakan salah satu hiburan rakyat yang paling populer di Sumba.

"Khusus di Sumba Timur, pacuan kuda biasanya diselenggarakan setiap Mei untuk memperingati Kebangkitan Nasional, Agustus untuk memperingati kemerdekaan dan Oktober untuk memperingati Sumpah Pemuda," kata Umbu.

Umbu mengatakan saat itu sedang diadakan Pacuan Kuda Piala Bupati yang biasa diselenggarakan setiap Oktober. Pacuan kuda diadakan selama 10 hari, diikuti sekitar 500 kuda dari seluruh Sumba.

Biasanya, pacuan kuda di Sumba Timur bisa diikuti 700-an kuda. Namun, saat itu juga sedang diadakan acara serupa di Sumba Barat Daya, sehingga jumlah kuda yang mengikuti pacuan menjadi berkurang.

Meskipun menjanjikan hadiah bagi pemenang berkisar Rp5 juta hingga Rp7 juta, tetapi bukan itu yang dicari oleh pemilik kuda.

"Yang mereka kejar adalah meningkatkan mutu kuda. Kuda yang berhasil memenangi pacuan, biasanya akan meningkat harganya. Tidak jarang pedagang kuda juga mencari kuda-kuda untuk dibeli pada saat pacuan," tuturnya.

Saat ditanya mengenai joki anak-anak yang menunggang kuda tanpa pelindung sama sekali, Umbu mengatakan pacuan kuda di Sumba memang pacuan tradisional.

Meskipun beberapa joki anak-anak pernah terjatuh dari kuda, tetapi hampir tidak pernah ada yang mengalami kecelakaan serius.

"Lagi pula, tidak setiap joki akan terjatuh. Kalau pun terjatuh, mereka yang benar-benar suka berkuda tidak pernah kapok," ujarnya.

Tentang upah yang diberikan kepada joki anak-anak, Umbu mengatakan tidak ada ukuran yang baku. Joki terbaik seperti Racun, bisa saja mendapatkan lebih banyak daripada yang lain.

Biasanya joki diberi upah untuk sekali pacuan oleh pemilik kuda. Namun, bisa juga joki "dikontrak" selama acara pacuan kuda berlangsung.

"Bahkan pernah ada joki yang diberi hadiah kuda oleh pemilik kuda. Biasanya joki memang tidak memiliki kuda," katanya.

Pacuan kuda tradisional yang ada di Sumba, kata Umbu, diwariskan dari nenek moyang. Bahkan Lapangan Pacuan Kuda Prailiu yang ada di Waingapu, Sumba Timur, diberikan oleh Raja Prailiu Tamoe Oemboe Nggaba Hoenggoe Rihi Eti.

"Raja Prailiu memberikan tanah untuk dijadikan lapangan pacuan kuda. Tanah ini sama sekali tidak boleh digunakan selain untuk pacuan kuda," tuturnya.

Saking gemarnya masyarakat Sumba dengan pacuan kuda, Umbu mengatakan seorang calon kepala daerah pun bisa dipilih dan memenangi pemilihan bila memperlihatkan perhatiannya kepada pacuan kuda.

"Bila ada kepala daerah atau anggota DPRD yang tidak mendukung pacuan kuda, bisa dipastikan pemilihan berikutnya tidak akan dipilih," katanya.

Harga Tinggi

Erik David, salah satu pemilik kuda, mengatakan harga kuda pacuan yang pernah juara bisa meningkat sangat tinggi. Garuda, salah satu kuda andalannya yang pernah menjuarai pacuan, pernah ditawar sampai Rp50 juta.

"Pernah ada orang Sumba Barat yang menawar, tetapi belum saya lepas," ujarnya.

Erik mengatakan perawatan kuda pacuan dengan kuda lainnya berbeda, setidaknya dari makanan yang diberikan. Bila kuda lain cukup diberi makan rumput, kuda pacuan biasanya diberi makan dedak dengan campuran jagung dan makanan yang mengandung protein dan vitamin tinggi.

Erik merupakan salah satu pemilik kuda yang "mengontrak" Racun menjadi joki untuk seluruh kegiatan pacuan kuda. Dia mengandalkan Racun untuk menunggangi Garuda, kuda andalannya. Selain Garuda, kuda andalannya yang lain bernama Kewaka.

Kuda yang dilombakan untuk pacuan terdiri dari tiga kategori, yaitu pemula, remaja dan dewasa. Masing-masing kategori masih dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan tinggi kuda, yaitu berkisar antara 122 centimeter hingga lebih dari 146 centimeter.

Kategori pemula diperuntukan bagi kuda yang belum berganti gigi, kategori remaja untuk kuda yang sudah berganti dua gigi dan kategori dewasa untuk kuda yang sudah bertukar empat gigi.

Karena pacuan menggunakan kuda-kuda kecil, maka jokinya pun harus anak-anak yang berbadan kecil. Bila sudah terlalu besar, maka akan terlalu berat dan kuda tidak bisa berlari kencang.

"Biasanya kalau beratnya sudah lebih dari 25 kilogram, joki sudah tidak lagi dipakai," ujarnya.

Pacuan kuda yang turun temurun diadakan masyarakat Sumba, sudah seharusnya menjadi perhatian para pemangku kepentingan olahraga berkuda nasional. Melihat potensi anak-anak Sumba dalam pacuan kuda, Sumba bisa menjadi sumber bibit atlet berkuda.

Sayangnya, pacuan kuda di Sumba masih dilakukan secara tradisional. Begitu pula dengan nasib para joki. Bila sudah terlalu besar tubuhnya, maka "karier" berkudanya pun akan terhenti.