Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Sebagian korban gempa dan likuefaksi Desa Jono Oge Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah masih menjalani hidup di tenda-tenda di lokasi pengungsian.
Pantauan Antara, terdapat sekitar belasan kepala keluarga yang masih bermukim di tenda atau belum menempati hunian sementara dan berada di lokasi pengungsian.
Lokasi pengungsian mereka berada di perbatasan Antara Desa Lolu dan Desa Pombewe Kecamatan Biromaru, atau berada di depan hunian sementara yang dibangun oleh Dompet Dhuafa.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah menyatakan pemerintah harus menjamin dan memastikan tidak ada diskriminasi dalam penanggulangan korban pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala serta sebagian Kabupaten Parigi Moutong.
"Otoritas pemerintahan ada. Namun, harus menjamin dan memastikan bahwa tidak ada pengabaian dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas seperti perempuan, orang yang dimata elit sebagai ‘penduduk naturalisasi’ di daerah ini, warga masyarakat berkebutuhan khusus (cacat/kaum difabel), orang berusia lanjut, dan seterusnya," ucap Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng Dedi Askary, di Palu, Sabtu.
Ia menegaskan hal itu menyangkut masa depan penghidupan korban. Olehnya, selaku pemangku kewajiban, otoritas penyelenggara pemerintahan yang ada, mestinya lebih bijak merespon semuanya.
"Jangan sekali-kali memberi respon yang justru semakin memperluas batas dembarkasi dengan masyarakat dan organisasi masyarakat sipil. Pemprov Sulteng perlu pastikan metode yang tepat, rangkul semuanya, bila perlu bersatu dalam sikap dan kegiatan yang bersifat kolaboratif," katanya.
Baca juga: Jalan raya di lokasi likuifaksi Sigi dibuka kembali
Baca juga: Warga Jono Oge gotong royong bersihkan rumah
Sebelumnya, Komnas-HAM Perwakilan Sulawesi Tengah juga mendesak pemerintah untuk segera memenuhi tuntutan korban pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi, mengenai hak keperdataan. "Demikian juga terhadap tuntutan terkait hak-hak keperdataan meliputi tanah, aset-aset penghidupan yang lain, itu adalah sesuatu yang sangat mendasar," ucap Dedi Askary.
Ia mengaku dalam berbagai momen diskusi atau dialog, dirinya selalu menyampaikan, harus ditimbang betul, antara melakukan relokasi atau membangun kembali di lokasi yang terpapar likuefaksi dan tsunami karena hal tersebut diantaranya menyangkut pemenuhan hak-hak keperdataan sebagaimana sekarang yang menjadi tuntutan warga.
Dia mempertanyakan, jika pemerintah merelokasi korban pascabencana apakah, hanya sebagai kompensasi atas rumah mereka yang tenggelam atau hancur. "Bagaimana dengan status lahan perkebunan atau pekarangan korban bencana diganti rugi atau tidak."
Berita Terkait
PUPR serahkan 655 unit huntap dihuni korban likuefaksi Petobo Kota Palu
Rabu, 20 Maret 2024 18:53 Wib
Pemprov Sulteng harap DPR kawal pemulihan dampak gempa dan likuefaksi
Senin, 17 Juli 2023 15:38 Wib
Menteri PPPA serap aspirasi warga huntap Pombewe-Sigi
Jumat, 9 Juni 2023 16:29 Wib
Warga berziarah di dinding kenangan bencana likuefaksi
Sabtu, 22 April 2023 18:14 Wib
Pemerintah Kabupaten Sigi manfaatkan bekas likuefaksi jadi lahan persemaian padi
Senin, 3 April 2023 15:08 Wib
Pemerintah Kota Palu apresiasi Bengkulu bantu bangun faskes pascabencana
Selasa, 21 Maret 2023 18:59 Wib
Pemkab Sigi prioritaskan penuntasan penanganan dampak gempa dan likuefaksi
Senin, 9 Januari 2023 14:52 Wib
Kementerian PUPR bangun 1.055 huntap Tondo 2 Palu untuk penyintas
Kamis, 5 Januari 2023 18:57 Wib