Palu (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah, Ihsan Basir, mengemukakan penegak hukum menjadi ujung tombak dalam pemenuhan keadilan bagi korban kasus kekerasan perempuan dan anak atau kekerasan berbasis gender (KBG).
"Aparat penegak hukum merupakan ujung tombak pemenuhan rasa keadilan bagi korban dalam sebuah proses hukum, termasuk pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. dibutuhkan kesamaan persepsi di kalangan aparat penegak hukum yang respon gender untuk mengedepankan pemenuhan kepentingan korban perempuan dan anak," ucap Ihsan Basir, dalam sambutannya pada kegiatan bimbingan teknis advokasi hukum bagi aparat penegak hukum, di selenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulteng, di Palu, Selasa.
Keberhasilan sebuah proses hukum, sebut Ihsan, sangat ditentukan pada kualitas pemahaman dan respon aparat penegak hukum dalam penanganan agar mampu menyelesaikan kasus hukum dan melindungi para korban, termasuk korban perempuan dan anak sesuai amanat peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Pemprov Sulteng perkuat pencegahan dini konflik sosial berbasis kearifan lokal
Namun, sebut dia, kendala yang paling dirasakan saat ini adalah belum tercapainya kesamaan persepsi yang responsif gender di kalangan aparat penegak hukum tentang alat bukti kasus kekerasan yang kompleks, mekanisme perlindungan bagi saksi dan korban, serta koordinasi dalam pemenuhan hak korban.
"Hal ini juga mengakibatkan kurangnya respon terhadap para korban yang mengalami trauma dari kekerasan itu sendiri. memang diakui bahwa perkembangan pesat penanganan di tingkat kepolisian dengan bertambahnya unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) di tingkat polsek selain di polres dan polda, merupakan langkah signifikan untuk meningkatkan penanganan proses hukum, namun kurangnya polwan dan sumber daya manusia yang terlatih masih menjadi kendala yang cukup besar," sebut dia.
Ia mengutarakan, sejauh ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, terus berupaya memaksimalkan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus dilakukan baik oleh kelembagaan formal (pemerintah) maupun kelembagaan informal seperti LSM maupun organisasi masyarakat lainnya.
Namun, akui dia, hal yang menjadi permasalahan adalah terjadinya kesenjangan antara ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Salah satu-nya yakni kendala dalam proses penegakan hukum kekerasan terhadap perempuan dan anak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu tidak adanya laporan masyarakat (unreported) yang akan menghambat efektivitas proses penegakan hukum, serta apabila laporan masyarakat tidak mendapatkan penyelesaian secara tuntas (unsolved) dari aparat penegak hukum akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum tersebut.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah lewat DP3A bekerjasama menggelar bimbingan teknis advokasi hukum bagi aparat penegak hukum, melibatkan pihak kepolisian dan kejaksaan serta pengadilan dan LSM, di salah satu hotel, di Palu, Selasa.
Baca juga: 13 juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun
Berita Terkait
BPJN Sulteng ingatkan pengerjaan jalan di Lindu agar segera diselesaikan
Sabtu, 4 Mei 2024 14:26 Wib
Pemkab Sigi tingkatkan kapasitas PNS untuk pemenuhan data di kecamatan
Sabtu, 4 Mei 2024 13:32 Wib
Wagub harap Hiswana Migas Sulteng berperan aktif majukan pembangunan
Sabtu, 4 Mei 2024 13:28 Wib
Polda Sulteng kerahkan sebanyak 365 personel amankan perayaan Paskah Oikumene
Sabtu, 4 Mei 2024 12:44 Wib
Gubernur Sulteng: PT ANA laksanakan perintah penciutan lahan sawit
Jumat, 3 Mei 2024 21:04 Wib
Tujuh KPU kabupaten di Provinsi Sulteng tetapkan caleg terpilih Pemilu 2024
Jumat, 3 Mei 2024 18:09 Wib
Dinas Kesehatan sebut kualitas udara Kota Palu sehat
Jumat, 3 Mei 2024 16:37 Wib
Dua daerah di Sulteng terendam banjir
Jumat, 3 Mei 2024 15:25 Wib