Sulteng masih tergantung pada komoditi kedele impor

id sulteng, kedele, impor

Sulteng masih tergantung pada komoditi kedele impor

ilustrasi : kedele (Antara/Anas Masa)

Palu (ANTARA) - Sulawesi Tengah hingga kini masih sangat tergantung pada komoditi kedele impor, sebab produksi petani belum mencukupi kebutuhan pasar.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulteng, Trie Iriyani Lamakampali di Palu, Kamis mengakui bahwa sampai saat ini daerahnya masih belum mampu memenuhi kebutuhan kedele sebagai bahan baku untuk industri makanan yakni tempe/tahu.

"Kita masih berharap dari kedele impor," katanya.

Sulteng memang dalam beberapa tahun terakhir ini mencoba menggejot pengembangan tanaman kedele lokal, tetapi luasan dan produksi petani masih sangat terbatas.

Untuk kebutuhan industri tahu/tempe, para pengusaha mendatangkan kedele impor. "Itu karena produksi kedele lokal masih kurang dibandingkan kebutuhan pasar," kata Trie.

Akibatnya, harga kedele di pasaran cenderung terus naik karena selain permintaan meningkat, stok tetap masih kurang.

Petani di Sulteng masih kurang yang menanam kedele. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak petani yang lebih tertarik menanam nilam.

Hampir di semua kabupaten dan kota di Provinsi Sulteng, petani mengembangkan tanaman nilam karena dipicu harganya di pasaran cukup bagus.

Harga minyak nilam di tingkat petani saat ini mencapai Rp600 ribu/kg.

Selain petani kurang begitu berminat, juga kesulitan mendapatkan benih.

Di Sulteng, kata Trie ada tiga daerah yang mengembangkan komoditi kedele yakni Poso, Parigi Moutong dan Kabupaten Banggai.

Berdasarkan data yang ada, luas areal tanaman kedele di Sulteng Tahun 2019 mencapai 3.633 hektare dengan rata-rata produksi 1,2 ton per hektare.

Ke depan ini, Sulteng menargetkan luas areal pengembangan kedele bisa mencapai 7.523 hektare.***1***
(T.BK03/)