Pemerintah perlu pastikan pemenuhan HAM terhadap korban bencana di Padagimo

id Komnas-HAM,Padagimo,pasigala,bencana sulteng

Pemerintah perlu pastikan pemenuhan HAM terhadap korban bencana di Padagimo

Ketua Komnas-HAM RI Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askari (Antaranews/Muhammad Hajiji)

Palu (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Republik Indonesia perwakilan Sulawesi Tengah menegaskan, pemerintah sekaligus representasi negara, harus memastikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) korban bencana Sulteng, terpenuhi dengan baik dalam penanggulangan pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Doggala, Sigi dan Parigi Moutong (Padagimo).

"Indikator utama dalam mendorong penanganan korban bencana alam agar lebih bermartabat dan berkeadilan, untuk menjadi perhatian semua pihak utamanya oleh representasi negara yang duduk di pemerintahan. Negara harus memastikan pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia bagi korban bencana alam dilaksanakan dengan baik," ucap Ketua Komnas-HAM Ri Perwakilan Sulteng, Dedi Askari, di Palu, Selasa.

Dedi Askari mengatakan, sangat relevan dalam penanganan dan/atau penanggulangan bencana menggunakan pendekatan yang berbasis HAM sebagai tolak ukur utamanya, mengingat dalam penanganan dan/atau penanggulangan bencana, acapkali terjadi pelanggaran HAM. khususnya terkait pemenuhan dan penegakkan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Baca juga: Menanti kebijakan pemerintah dalam pulihkan korban pascabencana Sulteng

Hal ini menyebabkan tidak efektifnya kebijakan penanganan bencana, baik sebelum, pada saat, maupun pasca terjadinya bencana. Pelanggaran HAM terjadi karena kesengajaan, pembiaran, dan atau ketidak sengajaan (kelalaian).

"Pendekatan HAM memprioritaskan penanganan terhadap korban dan orang yang tidak berkecukupan dan terpinggirkan serta berkebutuhan khusus, karena merekalah pihak yang paling terkena dampak akibat suatu peristiwa bencana, khususnya peristiwa bencana alam, gempa bumi, tsunami, likuifaksi dan lain-lain," katanya..

Problem lain yang seringkali ditemukan dalam penanganan bencana selalu saja berulang kejadiannya adalah keterbatasan cakupan bantuan kemanusiaan untuk kelompok yang paling rentan seperti balita, ibu hamil dan menyusui, kaum perempuan pada umumnya yang berada di lokasi-lokasi pengungsian, remaja perempuan, anak-anak usia sekolah dasar yang potensial terlibat dalam perkelahian di lokasi-lokasi pengungsian, penyandang disabilitas, orang tua lanjut usia atau jompo, masyarakat adat, minoritas etnis, dan minoritas agama.

Mereka seringkali terabaikan karena keterbatasan bantuan dan tidak ada lembaga khusus yang diberikan mandat untuk secara khusus menanganinya. Selain itu, kondisi dan keadaan merekalah yang memaksa mereka hanya "didatangi", mereka berusaha mencari bantuan yang dibutuhkan.

Ia menegaskan, perlu ada standar minimum dalam respons kemanusiaan, sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Kemanusiaan yang menggaris bawah bahwa semua orang yang terkena dampak bencana berhak untuk mendapatkan bantuan dan berhak atas perlindungan terhadap segala bentuk hak yang melekat pada diri setiap orang yang terkena bencana itu sendiri.

Baca juga: Belum ada lahan sekolah bagi korban likuefaksi Palu