Palu - Shahnaz sudah mulai mengubah gaya bicaranya seperti bintang sinetron yang ia tonton saban hari.
Gadis berumur empat tahun itu sudah sering menggunakan kata "aku"
daripada "saya" ketika berbicara kepada orangtuanya atau kepada
tetangga sekitar.
Shahnaz adalah bocah asli kelahiran Palu, Ibu Kota Provinsi
Sulawesi Tengah. Masyarakat Palu sangat jarang menggunakan kata "aku"
ketika bertutur dengan lawan bicaranya.
Perempuan kecil yang akan masuk taman kanak-kanak ini juga gemar
menyanyikan lagu-lagu dewasa yang sering dibawakan "girl band" pujaannya
di televisi.
Kedua orangtua Shahnaz adalah PNS di Kabupaten Sigi. Setiap hari
Shanaz dititipkan di rumah tantenya di Kota Palu ketika kedua
orangtuanya bekerja.
Saat di rumah tantenya itu, sebagian besar waktu Shahnaz hanya dihabiskan menonton tayangan televisi.
Lain lagi dengan Jeane. Gadis kecil yang lebih tua satu tahun dari
Shahnaz ini sering ngambek ketika kemauannya tidak dituruti kedua
orangtuanya.
Orangtua Jeane mengaku polah putri sulungnya itu karena
terpengaruh sinetron dan film kartun yang sering ditontonnya setiap hari
di layar kaca.
Gaya bicara Jeane juga berubah meski tidak separah yang dialami Shanaz.
Ibu Jeane menuturkan, anak pertamanya itu sekarang juga sudah mulai membantah perkataannya.
Waktu sehari-hari Jeane sebagian besar dihabiskan hanya di rumah, dan jarang bergaul dengan anak seusianya.
Ibu Jeane mengaku tidak bisa berbuat banyak melihat perubahan sikap
anaknya. "Mungkin dia (Jeane) belum punya banyak teman sehingga anaknya
lebih terpengaruh oleh siaran televisi," katanya.
Menurutnya, tingkah polah anaknya akan berubah seiring
perkembangan usianya. "Kalau dia sudah sekolah pasti bicaranya seperti
orang Palu pada umumnya," katanya.
Pengaruh buruk siaran televisi kepada anak-anak sebenarnya
sudah terjadi sejak beberapa tahun silam, terutama saat maraknya
tontonan gulat bebas "Smack Down".
Acara tersebut menampilkan aksi-aksi brutal, yakni memukul,
menendang, hingga membanting lawannya hingga keluar arena gulat. Meski
adegan itu dilakukan secara pura-pura namun anak-anak belum bisa
memahaminya sehingga mereka segera menirukan aksi gulat bebas di
sekolahnya.
Sejumlah murid sekolah dasar dilaporkan mengalami memar-memar,
patah tulang, bahkan hingga meninggal dunia karena aksi saling banting
yang mencontoh aksi pegulat di acara "Smack Down". Acara itu sendiri
saat ini sudah tidak boleh disiarkan lagi di televisi di Indonesia.
Jika dicermati, acara di televisi saat ini banyak yang tidak
layak untuk disaksikan untuk anak usia sekolah dasar atau di bawahnya.
Menurut Falmah, seorang guru SMP di Palu, tayangan yang tidak
layak ditonton anak-anak antara lain, sulap yang susah dicerna nalar,
"talk show" atau acara gosip, sinetron, serta acara musik yang
penyanyinya memakai pakaian agak terbuka.
Berbagai acara itu, katanya, banyak ditayangkan pada jam-jam
efektif saat anak belajar yakni pada pukul 18.00 hingga 21.00.
Dia mengatakan, orangtua kewalahan melarang anaknya menonton televisi karena rengekan si buah hati membuat luluh.
"Sebenarnya kalau ada ketegasan dari orangtua, pasti anak akan menurut," kata Falmah.
Siaran Bermutu
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Sulawesi Tengah telah
mengingatkan agar stasiun televisi lokal menyiarkan acara bermutu sesuai
dengan pedoman program siaran yang telah ditetapkan.
Ketua KPI Daerah Sulawesi Tengan Ilmawati Dja`afara mengatakan
siaran bermutu bagi televisi lokal tersebut penting di tengah gencarnya
gempuran siaran televisi swasta nasional.
Siaran yang bermutu antara lain tidak menayangkan acara berbau kekerasan, asusila dan melanggar etika masyarakat.
Di Sulawesi Tengah, kata Ilmawati, 80 persen masyarakatnya
mendapatkan informasi dan hiburan dari menonton televisi. Mereka berasal
dari semua kalangan.
Ilmawati mengatakan dengan banyaknya siaran televisi dari luar
negeri serta mudahnya masyarakat mengakses televisi melalui berbagai
teknologi yang tersedia menuntut kerja keras KPI untuk mengajak
perusahaan televisi swasta lokal membuat acara kreatif yang bermutu.
Saat ini terdapat empat stasiun televisi swasta di Sulawesi
Tengah. Tiga di Kota Palu yakni Radar TV, Nuansa TV, Palu TV dan satu di
Kabupaten Poso yakni Pelangi TV. Selain itu juga terdapat satu lembaga
penyiaran publik yakni TVRI.
Dia mengatakan KPI tidak memiliki kewenangan intervensi terhadap
program acara namun jika itu dianggap melanggar maka KPI wajib menegur
stasiun televisi bersangkutan.
Ilmawati mengatakan KPI terus berusaha membangun kesadaran
masyarakat dalam berpartisipasi mengkritisi penyajian siaran yang kurang
etis untuk ditonton.
"Pengaruh siaran atau tontonan yang disajikan media, khususnya
televisi, telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap
masyarakat.
Namun berdasarkan realitas dan pengalaman selama ini, justru dampak negatif yang banyak ditimbulkan, kata Ilmawati.
Dia berharap stasiun televisi bisa menciptakan program siaran
yang sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan watak, moral,
serta kemajuan bagi persatuan bangsa.
Kesulitan Mengawasi
Ilmawati juga mengaku kesulitan mengawasi isi siaran televisi di wilayahnya.
Komisioner KPI Daerah Sulawesi Tengah saat ini berjumlah tujuh
orang, dan dinilai kurang maksimal untuk berkeliling melaksanakan tugas
ke daerah-daerah.
Provinsi Sulawesi Tengah saat ini memiliki luas 68 ribu
kilometer persegi dengan jumlah 10 kabupaten dan satu kota. Provinsi
beribu Kota Palu ini adalah provinsi terluas di Pulau Sulawesi.
Selain itu, KPI Daerah Sulawesi Tengah juga belum dilengkapi
alat perekam siaran untuk melakukan pengawasan. Dia juga mengajak
masyarakat untuk menjadi ujung tombak dalam pengawasan siaran televisi.
"Publik tidak boleh lepas tangan karena penyiaran adalah untuk kemaslahatan bersama," ujar Ilmawati.
Dia juga merangkul berbagai media massa untuk menggencarkan
sosialisasi perilaku penyiaran positif oleh televisi dan radio.
Pemerintah sebelumnya telah mengefektifkan "gerakan
masyarakat maghrib mengaji" yang salah satu tujuannya untuk mencegah
pengaruh buruk televisi kepada masyarakat, termasuk anak-anak.
Namun gerakan yang diprakarsai oleh Kementerian Agama tersebut saat ini tidak lagi terdengar gaungnya.
KPI juga telah mengimbau kepada masyarakat untuk mematikan
televisi pada jam-jam tertentu agar guna melindungi anak dari pengaruh
negatif siaran televisi.
Berbagai pengaruh negatif siaran televisi bagi anak-anak itu
harus menjadi perhatian kita. Anak-anak seharusnya bisa tumbuh dan
berkembang dengan normal agar menjadi generasi yang sehat. Tontonan
tidak seharusnya menjadi tuntutan. Ini menjadi tanggung jawab kita
semua, kata Ilmawati. (R026)
Mengubah Tontonan TV Menjadi Tuntunan
Jika dicermati, acara di televisi saat ini banyak yang tidak layak untuk disaksikan untuk anak usia sekolah dasar atau di bawahnya.