Mbok Sri, Icon Bawang Goreng Palu Meninggal

id Mbok Sri

Mbok Sri, Icon Bawang Goreng Palu Meninggal

Mbok Sri yang terbaring di tempat tidurnya, dikunjungi Bob Dunllop, tenaga ahli irigasi Gumbasa asal Inggris pada 1970-an, Noember 2014. Mbok Sri mulai mengembangkan usaha bawang goreng saat menjadi pembantu rumah tangga pada Bob Dunllop ini. (AntaraSulteng/Rolex Malaha)

Sulteng kehilangan seorang tokoh industri rumah tangga yang inovatif, inspiratif, tekun dan konsisten menekuni usahanya dari kecil hingga beromet ratusan juta rupiah tiap bulan, dari usia muda sampai akhir hayatnya."
Palu (antarasulteng.com) - Penemu produk industri rumah tangga bawang goreng khas Palu, Ny. Harjo Sriyono atau yang dikenal dengan nama Mbok Sri, meninggal dunia di kediamannya Komplex Mutiara Indah Palu, Selasa, sekitar pukul 14.45 WITA.

Seorang putri almarhumah, Yanti, menyebutkan bahwa ibundanya yang telah menjadi `icon` industri rumah tangga bawang goreng Palu itu meninggal dalam usia 83 tahun karena usia lanjut.

"Ibu memang sudah lama terbaring di tempat tidur karena usia lanjut. Tidak ada firasat atau pesan-pesan khusus dari almarhumah sebelum menghembuskan nafas yang terakhir," ujar Yanti.

Pada Selasa pagi, Mbok Sri masih dikunjungi sebuah tim dari Kementerian Perindustrian yang melakukan peninjauan terhadap unit usaha bawang goreng `Mbok Sri` yang kini juga mengembangkan produk-produk industri hasil makanan seperti abon ikan dan abon sapi.

"Menjelang siang, ibu kemudian tertidur pulas hingga akhirnya menghembuskan nafasnya pada sekitar pukul 14.45 WITA," ujarnya.

Almarhumah yang lahir di Yogyakarta 10 Mei 1923 itu meninggalkan empat orang anak, 16 cucu dan 13 cicit hasil pernikahan dengan Miskam Hardjo Sriyono (almarhum) yang anggota kepolisian.

Jenaah almarhumah rencananya akan dimakamkan pada Rabu pagi.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulteng Abubakar Almahdali mengatakan Sulteng kehilangan seorang tokoh industri rumah tangga yang inovatif, inspiratif, tekun dan konsisten menekuni usahanya dari kecil hingga beromet ratusan juta rupiah tiap bulan, dari usia muda sampai akhir hayatnya.

Ia berharap usaha industri rumah tangga bawang goreng akan terus berkembang karena produk ini sudah memiliki nama harum di tingkat nasional bahkan internasional.

Tidak ada duanya

Bagi masyarakat Kota Palu dan Sulawesi Tengah pada umumnya, ingat bawang goreng, pasti ingat Mbok Sri. Sebut nama Mbok Sri, langsung ingat bawang goreng Palu.

Begitulah gambaran hubungan yang sulit dipisahkan antara nama wanita ini dengan industri rumah tangga `bawang goreng` Palu yang pamornya kini sudah menasional bahkan mulai mengglobal.

Bawang goreng Palu belum ada duanya di Indonesia, bahkan (mungkin) di dunia. Bumbu makan ini memiliki kekhasan yang tidak ditemukan pada jenis bawang manapun di Indonesia.

Jangankan di provinsi lain, di kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah selain Kota Palu, jenis bawang yang tampak berwarna pucat saat masih mentah ini, belum ditemukan.

Hanya bawang yang dibudidayakan di lembah Palu lah yang menunjukkan kekhasannya setelah digoreng. Kalau bawang jenis Palu ini di tanam di luar lembah Palu, maka kekhasan itu akan hilang.

Ciri khas utama bawang ini adalah kegurihannya. Dengan pengolahan dan penggorengan tradisional tanpa pencampur apapun, produk bawang goreng ini akan terasa gurih, renyah saat dikunya, enak di lidah dan baunya pun merangsang selera makan. Kegurihan dan bau harumnya itu bisa bertahan sampai setahun bila ditempatkan dalam wadah tertutup rapat seperti toples

Itu sebabnya, bawang goreng Palu dewasa ini tidak lagi sebatas penyedap yang ditaburkan di atas berbagai jenis makanan siap saji, tetapi sudah dimanfaatkan sebagai camilan untuk menemani minum kopi atau teh di sore hari.

Mbok Sri mengenalkan bisnis bawang goreng ini melalui usaha industri rumah tangga pada 1976.

Saat itu, ibu empat anak ini sedang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Bob Dunllop, seorang warga Inggris yang bekerja sebagai konsultan Proyek Irigasi Gumbasa, milik Kementerian Pekerjaan Umum.

"Waktu itu, bawang Palu ini banyak sekali dijual di pasar-pasar tetapi orang-orang tapaknya tidak memperdulikan. Mungkin karena warnanya yang putih pucat sehingga orang tidak suka," ujarnya dalam perbincangan di kediamannya yang luas dan cukup mewah di sekitar Bandar Udara Mutiara Sis Aldjufri Palu beberapa bulan lalu.

Bermodalkan gaji sebagai PRT di rumah Bob Dunllop Rp20.000/bulan, ia membeli bawang Palu ini lima kilogram tiap hari dan menghasilkan dua toples bawang goreng.

Karena ia juga memiliki kemahiran membuat abon daging sapi saat tinggal di lingkungan keluarga Kraton Yogyakarta, Mbok Sri juga membeli dua kilogram daging sapi yang menghasilkan dua toples abon.

"Saya kemudian berjalan kaki keluar-masuk kantor polisi, DPRD dan kantor-kantor pemerintah lainnya menawarkan bawang goreng dengan harga Rp3.000/toples dan abon daging sapi Rp5.000/toples.

Dengan upaya keras dibantu puterinya dan keluarga H. Masruddin tempatnya menumpang sebagai pembantu rumah tangga setelah Bob Dunllop berangkat, Mbok Sri mulai berusaha secara mandiri.

Lewat bantuan Kapolwil Sulteng Kolonel Polisi Oentoro Wiryawan saat itu, ia membeli sebuah rumah di BTN Mutiara Indah seharga Rp.7.500.000 secara mengangsur Rp5.000/bulan sebagai tempat usaha.

"Di kompleks inilah saya memulai usaha pada 1984 secara mandiri meski harus merayap. Alhamdulillah, saat ini saya sudah memiliki 17 kavling tanah dan rumah di komplek ini," kata wanita yang sudah meraih berbagai penghargaan tingkat nasional ini di rumahnya yang luas dan mewah di BTN Mutiara Indah Palu.

Dengan mempekerjakan 12 orang karyawan yang sebagian besar perempuan, usaha rumah tangga Mbok Sri yang kini dikendalikan menantunya Muhammar Suwarno itu bisa menghasilkan omzet penjualan antara Rp350 sampai Rp400 juta perbulan.

"Keuntungan yang kami peroleh sekitar 25 sampai 30 persennya," kata Sumarno yang mendampingi Mbok Sri.
(R007/S027)