Pakar: Komunikasi Polri dengan ulama redam isu sensitif Pemilu 2024

id pakar,komunikasi,polri,ulama,isu sensitif,pemilu 2024,Komunikasi

Pakar: Komunikasi Polri dengan ulama redam isu sensitif Pemilu 2024

Pakar komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) Dwi Prasetyo. ANTARA/HO-Stikosa AWS

Surabaya (ANTARA) - Pakar komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) Dwi Prasetyo menilai komunikasi antara pihak Polri dan ulama serta tokoh masyarakat menjadi langkah strategis meredam isu sensitif dan polarisasi selama Pemilu 2024.

"Pemilihan umum adalah periode kritis, saat tingkat ketegangan sosial dan potensi konflik dapat meningkat. Oleh karena itu, perlu melibatkan ulama dan tokoh masyarakat dalam komunikasi dapat membantu meminimalkan risiko konflik dan gangguan selama proses pemilu," kata Dwi Prasetyo dalam keterangannya di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.

Dwi mencontohkan Polri menggandeng Ustaz Das'ad Latif, Kepolisian Resor (Polres) Ponorogo mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Fathul Muna Mladangan, dan masih banyak lagi.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Stikosa AWS tersebut mengutarakan bahwa ulama dan tokoh masyarakat mendukung upaya kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama pemilu. Hal itu dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat berseragam cokelat tersebut.

"Ini penting untuk memastikan kerja sama dan partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban," katanya.



Dalam situasi politik yang makin panas, lanjut dia, isu-isu sensitif dan polarisasi bisa saja muncul. Komunikasi yang baik dengan ulama serta tokoh masyarakat dapat membantu dalam menangani isu-isu tersebut secara bijak agar memberikan pandangan yang lebih moderat kepada masyarakat.

Ia mengemukakan bahwa tokoh agama dan masyarakat sering memiliki akses yang lebih baik di tengah masyarakat.

"Meningkatkan komunikasi dengan mereka dapat membantu polisi dalam memahami dinamika lokal dan memperoleh intelijen yang lebih baik terkait dengan potensi ancaman selama Pemilu," ujarnya.

Selain itu, kata dia, lewat komunikasi itu pihak kepolisian juga berpeluang untuk memperoleh dukungan publik sehingga dapat membantunya dalam meredam potensi gangguan selama pemilu.

"Mereka dapat membantu dalam menyuarakan pesan-pesan penting terkait dengan perdamaian dan ketertiban selama proses pemilu," tuturnya.

Di Indonesia, menurut dia, faktor agama sering menjadi salah satu sumber potensi konflik. Dengan melibatkan ulama dalam komunikasi, dapat membantu mencegah penyalahgunaan agama untuk tujuan politik dan menjaga stabilitas.

Dwi menegaskan bahwa komunikasi yang baik dengan ulama dan tokoh masyarakat adalah bagian dari pendekatan yang demokratis dalam menjalankan pemilu karena dapat menunjukkan bahwa kepolisian menghormati beragam pandangan serta bersedia berkomunikasi dengan berbagai elemen masyarakat.

"Dengan menjalin kerja sama yang baik dan komunikasi yang efektif dengan ulama dan tokoh masyarakat, Kapolres Salatiga berupaya untuk menciptakan lingkungan yang aman, damai, dan kondusif selama pemilu, serta memastikan suksesnya demokrasi tanpa gangguan yang signifikan," tuturnya.