Bawaslu : empat dampak buruk politik uang

id bawaslu

Bawaslu : empat dampak buruk politik uang

Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen menyampaikan sambutan pada deklarasi lawan politik uang dan politisasi sara, di Kampung Kaili, Kota Palu, Rabu. (Mohammad Hamzah/)

Palu, (Antaranews Sulteng) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah menyatakan terdapat empat dampak buruk atau bahaya bila politik uang dimainkan dalam pilkada serentak 2018.

Ketua Bawaslu Sulteng, Ruslan HUsen mengingatkan kepada peserta pemilihan kepala daerah, pasangan calon, partai pengusung serta masyarakat untuk menjauhi penggunaan politk uang pada pilkada.

"Pilkada rentan diwarnai beberapa bentuk kecurangan, karena itu Bawaslu mengingatkan bahwa bentuk kecurangan yang biasa digunakan, salah satunya yaitu politik uang," katanya pada deklarasi melawan politik uang dan politisasi SARA yang digelar Bawaslu di Palu, Rabu siang.

Menurut Ruslan Husen, empat dampak buruk itu adalah pertama, APBD berpotensi digunakan untuk kepentingan pemodal, yang telah membiayai pemenangannya.

Kedua, yang terpilih nanti sangat mungkin adalah orang yang tidak memiliki kompetensi kepemimpinan, pengetahuan dan keterampilan untuk membangun daerah.

Ketiga, yang terpilih karena banyak mengeluarkan uang dalam bentuk politik uang berpotensi akan merampas dan/atau mengkorupsi APBD yang dikelolahnya.

Keempat, masyarakat dipidana sesuai pasal 187a ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 10 tahun 2016.

"Politik uang membuat masyarakat berpotensi dipidana, karena si pemberi dan penerima keduanya berpotensi dipidana," ujarnya.

Baca juga: Gubernur: deklarasi politik uang jangan hanya pencitraan

Lanjut dia menjelaskan penggunaan politik uang berdampak pada besarnya biaya politik yang dikeluarkan oleh calon, baik dari pribadi maupun dari para pemodal dalam bentuk uang.

"Jika terpilih, tentu mereka akan berusaha keras mengembalikan biaya yang telah dikeluarkannya itu sehingga kepentingan rakyat bisa terabaikan," terang Ruslan Husen.

Deklarasi tolak politik uang dan politisasi SARA itu diikuti para pasangan calon bupati/wabub dan tim pemenangannya, partai pendukung, KPU, Bawaslu, Panwaslu, dan PPS di tiga kabupaten yang menyelenggarakan pilkada yakni Donggala, Parigi Moputong dan Morowali.