Pemimpin masa depan harus memiliki kompetensi inovasi bersaing

id Menristek,Bambang ps brodjonegoro

Pemimpin masa depan harus memiliki kompetensi inovasi bersaing

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro berbicara kepada wartawan dalam peluncuran buku "Leaders of a New Planet" di kantor PT Daya Dimensi Indonesia, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (8/11/2019). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Jakarta (ANTARA) - Dalam menghadapi era baru dari revolusi industri 4.0 diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni dan melek teknologi.

Mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan zaman dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi serta inovasi menjadi kunci bagi berhasilnya pemimpin-pemimpin pada masa mendatang.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemimpin yang mampu bertahan dan berkembang di masa depan adalah orang yang memiliki kompetensi inovasi.

"Bicara mengenai 'leaders in a new planet', sebagai akibat dari revolusi industri 4.0, 'leaders' yang 'survive' dan 'lead' (pemimpin yang mampu bertahan dan dapat memimpin) adalah 'leaders' yang bagaimana pun berbasis pada inovasi, atau 'promote' inovasi," kata dia dalam peluncuran buku "Leaders of a New Planet" di kantor PT Daya Dimensi Indonesia, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat.

Suatu peradaban atau suatu ekonomi bangsa hanya akan dapat maju signifikan jika memiliki atau menguasai kemajuan inovasi dan sumber daya manusia (SDM) unggul.

Bonus demografi Indonesia juga harus bisa dimanfaatkan optimal dengan arah pengembangan SDM yang menjadi adaptif, kreatif, dan inovatif sehingga mendapat manfaat sebesar-besarnya pada era revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital.

Menurut Menristek Bambang, SDM yang bisa memajukan bangsa Indonesia dan memimpin era ini ke depan adalah mereka yang tidak hanya mempunyai "hard skill", akan tetapi juga "soft skill".

"Soft skill" tersebut berujung pada kompetensi inovasi. SDM itu harus memiliki kemampuan, antara lain kreativitas, inisiatif/ide yang inovatif, pemikiran kritis, mampu bekerja dalam tim dan membangun jaringan.

"Inisiatif bisa muncul kalau 'networking' (jaringan) dan 'team work' (kerja tim). Lalu 'critical thinking' (berpikir kritis) supaya inisiatif tidak asal, bisa lanjut ke kreativitas lalu berujung ke inovasi," ujarnya.

Untuk menjadi inovatif, seseorang juga harus cepat adaptif dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, yang banyak mengisi sektor kehidupan saat ini dan yang akan datang.

Pemimpin pada era baru ini juga dituntut ramah teknologi dan mampu memanfaatkannya untuk peningkatan produktivitas diri sehingga berkontribusi optimal dalam memajukan ekonomi bangsa.

"'New leaders' tidak boleh gaptek (gagap teknologi), tapi harus punya digital literasi, tidak harus ahli 'coding', paling tidak mengerti bisnis digital dan paham kenapa digital 'mainstream' ke depan," ujarnya.

Untuk mewujudkan Indonesia maju pada 2045, Menristek Bambang mengatakan tidak bisa dilakukan dengan "business as usual", seperti sekarang ini atau berdoa Indonesia baik-baik saja, melainkan harus ada terobosan yang berupa inovasi.

Pada tahun 50-an, Indonesia dan Korea merupakan negara miskin di Asia akibat perang dan penjajahan. Di sisi lain, Indonesia memiliki kekayaan alam yang lebih melimpah dibandingkan dengan Korea.

Namun, pada pertengahan tahun 70-an, Korea mampu berkembang menjadi negara berpendapatan menengah, sedangkan Indonesia baru dapat berada di posisi itu pada tahun 90-an. Kemudian tahun 90-an, Korea telah menjadi negara maju, sedangkan Indonesia belum mencapai posisi itu hingga saat ini.

"Negara maju bukan karena 'abundant natural resources' (sumber daya alam yang melimpah), yang dia (Korea, red.) punya 'human resources' (sumber daya manusia)," ujar dia.

Oleh karena tidak memiliki SDM melimpah, maka Korea berinvestasi besar-besaran di SDM. Korea memperkuat dan mengembangkan penelitian dan pengembangan yang berujung pada terciptanya inovasi.

"Mereka tidak akan bertahan jika tidak memiliki SDM yang terampil," tutur dia.

Dalam rangka memaknai Hari Pahlawan, Dayalima meluncurkan buku "Leaders of a New Planet" yang menceritakan tentang refleksi perjalanan kepemimpinan Indonesia, sejak era perjuangan hingga dewasa ini.

Buku ini ditulis oleh tiga direktur PT Daya Dimensi Indonesia, yakni Ketut Saguna Narayana, Rainier (Rene) Turangan, dan Yuri Yogaswara.

Buku tersebut juga merupakan proyeksi kepemimpinan yang dibutuhkan pada masa kini dan yang akan datang.

Presiden Direktur PT Daya Dimensi Indonesia Yuri Yogaswara mengatakan prinsip "leaders of a new planet" mendukung visi Indonesia 2045 dan empat pilar pembangunan nasional.

Menurut dia, salah satu kunci untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur adalah memajukan SDM yang mampu berpikir kritis dan berinovasi.

Sumber daya manusia Indonesia juga harus memiliki keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan kepemimpinan untuk menginspirasi berjuta rakyat Indonesia agar bergerak menuju pembaruan.

Para pemimpin dan calon penerus bangsa harus membekali diri dengan niat yang tulus agar setiap usaha berujung kepada kebaikan bagi bangsa dan dunia.

Dalam buku itu, Yuri juga membahas benang merah dan karakteristik dari beberapa tokoh sejarah yang membuat gebrakan.

Buku ini memaparkan tentang "leadership model" yang merinci bagaimana pemahaman akan makna dan nilai hidup seseorang yang dipadu dengan kejelasan dan keselarasan karakter dan sikap kepemimpinan akan menjadi tindakan dan keputusan yang tepat sasaran.

Direktur Daya Dimensi Indonesia Rene Turangan menuturkan peluncuran buku "Leaders of a New Planet" juga bertujuan meyakinkan generasi muda akan pentingnya mengenal diri sendiri sebagai langkah awal membangun kepemimpinan.

Buku itu juga memberikan riset hasil penilaian yang dilakukan kepada lebih dari 30 ribu pemimpin selama 10 tahun terakhir, yang mencakup antara lain profil pemimpin-pemimpin top Indonesia dan gaya kepemimpinan yang terbukti efektif untuk berbagai industri.

Associate Director Daya Dimensi Indonesia Ketut Saguna mengatakan para pemimpin planet baru (leaders of a new planet) bukan sekadar wacana, melainkan suatu kerangka hidup yang terus berkembang.

Untuk itu, setiap individu harus menempatkan kepemimpinan sebagai titik tumpu utama dalam pendidikan karakter, bukan hanya untuk para pemimpin negara, namun juga setiap elemen masyarakat yang dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil masyarakat.